Peranan Saksi Mahkota Dalam Peradilan Pidana Di Indonesia Ditinjau Dari Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban
Main Author: | Ginda Panyahatan Hasibuan, . |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://eprints.unpam.ac.id/7296/1/COVER.pdf http://eprints.unpam.ac.id/7296/2/BAB%20I.pdf http://eprints.unpam.ac.id/7296/3/BAB%20II.pdf http://eprints.unpam.ac.id/7296/4/BAB%20III.pdf http://eprints.unpam.ac.id/7296/5/BAB%20IV.pdf http://eprints.unpam.ac.id/7296/6/BAB%20V.pdf http://eprints.unpam.ac.id/7296/7/JURNAL.pdf http://eprints.unpam.ac.id/7296/ |
Daftar Isi:
- Peran pelaku kejahatan yang merupakan orang dalam dianggap mempunyai potensi dalam membuka tabir kejahatan lebih signifikan. Terlebih lagi pada kejahatan yang melibatkan beberapa pelaku. Ia dapat menyediakan bukti yang penting mengenai siapa yang terlibat, apa peran masing-masing pelaku, bagaimana kejahatan itu dilakukan, dan dimana bukti lainnya bisa ditemukan. Agar “orang dalam” ini mau bekerjasama dalam pengungkapan suatu perkara, para penuntut umum di berbagai negara menggunakan perangkat hukum yang ada di masing-masing negaranya itu. Permasalahan dalam tesis ini bagaimana saksi mahkota dalam praktik peradilan pidana di Indonesia Ditinjau dari Pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan bagaimanakah pengaturan mengenai saksi mahkota dalam hukum acara pidana di Indonesia yang akan datan sehingga praktek peradilan pidana menjadi lebih baik. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Metode yuridis normatif yang sering juga disebut sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu merupakan suatu penelitian yang mengacu pada analisis hukum baik.Konsep saksi mahkota di Indonesia, yaitu tersangka atau terdakwa yang dijadikan saksi terhadap terdakwa lainnya dalam kasus yang sama, begitu pula sebaliknya. Dalam konsepnya di Indonesia, seorang saksi mahkota tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila dalam persidangan ia terbukti bersalah. Namun keterangan yang diberikan saksi mahkota dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang dijatuhkan. Saksi mahkota di Amerika Serikat adalah pelaku kejahatan yang merupakan bagian dari strukur organisasi kejahatan yang secara sukarela bekerja sama dengan jaksa penuntut umum termasuk mengungkapkan informasi dan menyediakan kesaksian di pengadilan, atas kerjasamanya itu pelaku kejahatan yang menjadi saksi mahkota diberikan jaminan oleh jaksa penuntut umum dengan kewenangan diskresinya dengan tidak menuntut atau dapat mengurangi dakwaan dan memberi rekomendasi kepada hakim sewaktu penjatuhan hukuman untuk mengurangi hukuman terdakwa sebagai penghargaan atas kerjasamanya. Dalam praktik saksi mahkota merupakan penerapan Pasal 142 KUHAP yang antara tersangka atau terdakwa yang satu dengan yang lain dipisahkan berkas perkaranya (splitsing) atau dengan kata lain tidak dijadikan dalam satu berkas perkara. Kata Kunci: Saksi Mahkota dan Peradilan Pidana