Penyelundupan Hukum Terhadap Status Perkawinan Kedua Dalam Perkara Permohonan Itsbat Nikah Dihubungkan Dengan Pasal 279 Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (Analisis Putusan Perkara No.0050/Pdt.P/2017/Pa.Tng )

Main Author: Kumalasari, .
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: ind
Terbitan: , 2018
Subjects:
Online Access: http://eprints.unpam.ac.id/7283/1/COVER.pdf
http://eprints.unpam.ac.id/7283/2/BAB%20I.pdf
http://eprints.unpam.ac.id/7283/3/BAB%20II.pdf
http://eprints.unpam.ac.id/7283/4/BAB%20III.pdf
http://eprints.unpam.ac.id/7283/5/BAB%20IV.pdf
http://eprints.unpam.ac.id/7283/6/BAB%20V.pdf
http://eprints.unpam.ac.id/7283/7/JURNAL.pdf
http://eprints.unpam.ac.id/7283/
Daftar Isi:
  • Perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan suatu pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi yang biasanya intim dan seksual. Dalam Kompilasi Hukum Islam No. 1 Tahun 1991 mengartikan perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqa ghaliidhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.. Dari pengertian pernikahan atau perkawinan yang diungkapkan para pakar diatas tidak terdapat pertentangan satu sama lain, karena intinya secara sederhana dapat ditarik kesimpulan bahwa Pengertian Pernikahan atau Perkawinan adalah perjanjian antara calon suami dan calon isteri untuk membolehkan bergaul sebagai suami isteri guna membentuk suatu keluarga. Perkawinan umumnya dimulai dan diresmikan dengan upacara pernikahan.Pengertian Perkawinan dalam UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Pernikahan adalah sebuah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal yang didasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa, dalam peraturan ini secara jelas diatur tentang tata cara perkawinan sehingga perkawinan yang dilangsungkan tersebut, sah secara dimata hukum Negara dan juga sah menurut hukum agama dalam hal ini agama Islam. Perintah dalam peraturan ini menegaskan keharusan mencatat perkawinan , namun bagaimana dengan perkawinan – perkawinan yang tidak dicatatkan atau yang dalam bahasa umumnya nikah siri atau nikah dibawah tangan? Menjawab dari pertanyaan ini, solusi yang dapat ditempuh adalah mengajukan itsbat nikah atau pengesahan nikah yang merupakan salah satu dari kewenangan absolut Pengadilan Agama, permohonan itsbat nikah ini, dapat diajukan oleh suami istri atau ahli warisnya, terlepas dari perkawinan yang tidak dicatatkan pada Pegawai Pencatat Nikah, pengajuan itsbat nikah juga bisa diajukan karena adanya keragu – raguan atas sah tidaknya perkawinan dan juga karena buku nikah hilang atau rusak dan tidak bisa diterbitkan duplikat kutipan akta nikah oleh Kantor Urusan Agama yang bersangkutan karena catatan atau register perkawinan tidak ditemukan. Permasalah yang kadang timbul dalam pengajuan itsbat nikah adalah adanya niat buruk dari Pemohon untuk mengesahkan pernikahannya ,dengan tidak menjelaskan status perkawinan sebelumnya, artinya terjadi poligami terselubung. Hal ini sejalan dengan pasal 279 Kitab Undang Undang Hukum Pidana yang mengatur ancaman terhadap pelaku yang melangsungkan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan – perkawinannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu.