Tinjauan Yuridis Terhadap Itsbat Nikah Dalam Perkawinan Siri Setelah Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 (Analisis Terhadap Penetapan Perkara Nomor 81/Pdt.P/2018/Pa.Tng
Main Author: | Endin Tajudin, . |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://eprints.unpam.ac.id/7175/1/COVER.pdf http://eprints.unpam.ac.id/7175/2/BAB%20I.pdf http://eprints.unpam.ac.id/7175/3/BAB%20II.pdf http://eprints.unpam.ac.id/7175/4/BAB%20III.pdf http://eprints.unpam.ac.id/7175/5/BAB%20IV.pdf http://eprints.unpam.ac.id/7175/6/BAB%20V.pdf http://eprints.unpam.ac.id/7175/7/JURNAL.pdf http://eprints.unpam.ac.id/7175/ |
Daftar Isi:
- Perkawinan adalah suatu akad yang menghalalkan pergaulan antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim dan menimbulkan hak dan kewajiban di antara keduanya. Dalam Kompilasi Hukum Islam Nomor 1 Tahun 1991 perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqa ghaliidhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Dari pengertian pernikahan atau perkawinan yang diungkapkan para pakar diatas tidak terdapat pertentangan satu sama lain, karena intinya secara sederhana dapat ditarik kesimpulan bahwa Pengertian Perkawinan adalah perjanjian antara calon suami dan calon isteri untuk membolehkan bergaul sebagai suami isteri guna membentuk suatu keluarga. Perkawinan menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal yang didasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa, dalam peraturan ini secara jelas diatur tentang tata cara perkawinan sehingga perkawinan yang dilangsungkan tersebut, sah secara dimata hukum Negara dan juga sah menurut hukum agama, dalam hal ini agama Islam. Perintah dalam peraturan ini menegaskan keharusan mencatat perkawinan, namun bagaimana dengan perkawinan yang tidak dicatatkan atau yang dalam bahasa umumnya nikah siri? Menjawab dari pertanyaan ini, solusi yang dapat ditempuh adalah mengajukan itsbat nikah yang merupakan salah satu dari kewenangan absolut Pengadilan Agama, permohonan itsbat nikah ini, dapat diajukan oleh suami istri atau ahli warisnya, karena perkawinannya tidak dicatatkan oleh Petugas Pencatat Nikah. Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama menurut Pasal 7 Ayat 3 huruf (e) terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian, hilangnya Akta Nikah, adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan, adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-undang No.1 Tahun 1974. Dalam kasus yang Penulis analisis ini adalah itsbat nikah yang dilakukan setelah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan terhadap pengajuan itsbat nikah tersebut telah dikabulkan oleh Majelis Hakim dengan alasan perkawinan yang dilakukan oleh Para Pemohon tidak ada halangan perkawinan dan telah terpenuhinya syarat dan rukun perkawinan menurut agama Islam sehingga bersesuaian dengan ketentuan Pasal 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Dengan dikabulkannya permohonan itsbat nikah, maka Para Pemohon mempunyai perlindungan hukum dan kepastian hukum sehingga bisa mendapatkan Kutipan Akta Nikah dari Pegawai Pencatat Nikah. Kata kunci : Perkawinan, siri, Itsbat.