Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Dalam Over Credit Pemilikan Rumah Berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan (Studi Kasus Pada Pt. Bank Tabungan Negara (Perseo) Tbk, Cabang Ciputat)
Main Author: | Yogi Adi Pratama, . |
---|---|
Format: | Lainnya NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
Universitas Pamulang
, 2016
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://eprints.unpam.ac.id/5685/1/BAB%20I.pdf http://eprints.unpam.ac.id/5685/2/BAB%20II.pdf http://eprints.unpam.ac.id/5685/3/BAB%20III.pdf http://eprints.unpam.ac.id/5685/4/BAB%20IV.pdf http://eprints.unpam.ac.id/5685/5/BAB%20V.pdf http://eprints.unpam.ac.id/5685/6/JURNAL.pdf http://eprints.unpam.ac.id/5685/ |
Daftar Isi:
- YOGI ADI PRATAMA,2012020272, PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI DALAM OVER CREDIT PEMILIKAN RUMAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERBANKAN (StudikasuspadaPT.Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, CabangCiputat). Bank memiliki fungsi utama sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat dengan fungsi perbankan yang demikian maka kehadiran bank didalam masyarakat sebagai badan usaha memiliki artiyuridis dan peran yang sangat stategis. Perjanjian kredit dilakukan antara nasabah peminjam dana sebagai debitur dan bank sebagai kreditur, dengan dasar kepercayaan dari kreditur bahwa debitur akan mengembalikan prestasi pada suatu waktu tertentu. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris, yaitu dengan mengumpulkan data-data dan bahan-bahan hukum primer dan sekunder serta melakukan studi lapangan dengan wawancara, serta teknik analisis datanya dilakukan secara kualitatif, dan penarikan kesimpulannya dilakukan dengan menggunakan logika berfikir induktif dan deduktif .Debitur dalam hal menghindari wanprestasi dalam pembayaran angsuran kredit pemilikan rumah adalah dengan mengalihkan hak dan Over Credit nya kepada debitur yang baru. Menurut ketentuan bank pengalihan hak dan Over Credit seharusnya dilakukan dengan cara alih debitur yaitu memproses ulang kembali sisapinjaman kredit pada bank. Tetapi di lapangan banyak terjadi pengalihan hak kredit tanpa sepengetahuan bank, yang menimbulkan banyak masalah baru.Pihak ketiga yang meneruskan cicilan dan pada saat cicilan lunas, pihak ketiga ingin mengambil sertifikat, bank hanya mau berurusan dengan pihak pertama sementara pihak pertama entah di mana keberadaannya. Perjanjian jual beli hanya berdasarkan kwitansi saja membuat kepastian hukum pada pihak ketiga sangatlah lemah.Tetapi ada juga pengalihan hak dan Over Credit yang dilakukan dihadapan notaris, yang dalam hal ini akta yang dibuat adalah akta perjanjian pengikatan jual beli, akta kuasa jual, akta kuasa pengambilan sertipikat, sehingga apabila cicilan kredit telah lunas maka pihak ketiga dapat mengambil sertipikat tersebut ke bank. Pengalihan hak dan Over Credit yang dilakukan debitur secara diam-diam bank tetap terlindungi dengan adanya hak tanggungan yang digunakan sebagai jaminan dalam perjanjian kredit pemilikan rumah.Tetapi bank dalam pengalihan hak dan Over Credit mengharapkan agar debitur melakukan proses alih debitur dengan sepengetahuan bank agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari dan tidak merugikan banyak pihak. Jika terjadi pengalihan hak milik atau Over Credit yang dilakukan di bawah tangan atau terjadinya wanprestasi pada debitur yang menerima pengalihan hak atau Over Credit, sehingga penyelesaiannya hany adapat dilakukan dengan pelunasan kredit karena jaminan yang dijaminkan kepada bank telah dipasang sertipikat hak tanggungan maka dengan adanya hak tanggungan nmemberikan perlindungan hukum kepada debitur.