Pertanggungjawaban pelaku tindak pidana perkosaan terhadap anak secara berlanjut ditinjau dari pasal 64 ayat 1 kuhp dan undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak (analisis putusan nomor 402/pid.sus/2015/pn. Tng)
Main Author: | Jamilludin, . |
---|---|
Format: | Lainnya NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
Universitas Pamulang
, 2017
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://eprints.unpam.ac.id/4656/1/COVER.docx http://eprints.unpam.ac.id/4656/2/BAB%20I.docx http://eprints.unpam.ac.id/4656/3/BAB%20II.docx http://eprints.unpam.ac.id/4656/4/BAB%20III.docx http://eprints.unpam.ac.id/4656/5/BAB%20IV.docx http://eprints.unpam.ac.id/4656/6/BAB%20V.docx http://eprints.unpam.ac.id/4656/7/JURNAL.docx http://eprints.unpam.ac.id/4656/ |
Daftar Isi:
- ABSTRAK JAMILLUDIN, 2013020999, PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU TINDAK PIDANA PERKOSAAN TERHADAP ANAK SECARA BERLANJUT DITINJAU DARI PASAL 64 AYAT 1 KUHP DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK (Analisis Putusan No. 402/Pid.Sus/2015/PN. Tng). Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) sebenarya telah di atur ketentuan mengenai sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pencabulan dengan kekerasan, namun pada kenyataanya kejahatan ini masih saja terjadi di banyak tempat dan tersembunyi dalam kehidupan masyarakat. Tidak jarang kasus tesebut lolos dari jeratan hukum yang berlaku, bahkan ada yang berhenti sampai pada tingkat pemeriksaan oleh kepolisian maupun kejaksaan sehingga tidak sampai di proses di pengadilan.Untuk mewujudkan keberhasilan penegakan hukum dalam memberantas maraknya kasus pencabulan dengan kekerasan sangat di perlukan pemantapan koordinasi kerjasama yang serius baik dari aparat kepolisian, aparat kejaksaan maupun hakim-hakim di pengadilan. Metode penelitian ini adalah menggunakan pendekatan normatif yaitu dengan berpedoman pada pustaka dalam mengumpulkan bahan akan tetapi selain itu data-data juga diambil dari penelitian yang dilakukan penulis di lapangan. Putusan hakim pemeriksa kasus pencabulan dengan kekerasan di berbagai pengadilan berfariasi. Bahkan ada kasus pencabulan dengan kekerasan yang hanya di vonis main-main dengan hukum penjara enam bulan. Hal mana dapat di benarkan karena dalam batas-batas maksimum dan minimum (satu hari smpai dua belas tahun) tersebut hakim bebas untuk bergerak untuk mendapatkan pidana yang tepat.Didalam menyelenggarakan sistem penyelenggara hukum pidana (Criminal Justice Sistem) maka pidana menempati suatu posisi sentral. Kejahatan pemerkosaan mempunyai akar tunjang didalam suatau struktur sosial yang selamanya tidak mudah dikelola dan dikendalikan. Untuk mengontrol kejahatan ini tidak mungkin kalau hanya mengandalkan langkah-langkah hukum dan pendekatan represif semata Putusan terhadap kasus perkosaan yang ditangani Pengadilan Negeri Tangerang (No. 402/Pid.Sus/2015/PN. Tng) dengan terdakwa berumur 25 tahun, didakwa dengan Pasal 286 KUHP, sehingga hakim memutuskan dengan dakwaan Pasal 286 KUHP yaitu tindak pidana Perkosaan, diputus dengan 7 (Tujuh) tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah terdakwa tetap ditahan, denda Rp.60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) subsidair 2 (dua) bulan penjara. Hal ini sudah sesuai dengan undang-undang yang berlaku.