Pembagian harta waris dan penyelesaian sengketa hukum adat dayak meratus berdasarkan pasal 852 kitab undang-undang hukum perdata ( studi kasus di desa haratai, kacamatan loksado, kabupaten kandangan hulu sungai selatan kalimantan selatan )

Main Author: Sari Rahmawati, .
Format: Lainnya NonPeerReviewed Book
Bahasa: ind
Terbitan: Universitas Pamulang , 2018
Subjects:
Online Access: http://eprints.unpam.ac.id/3589/1/COVER%20.docx
http://eprints.unpam.ac.id/3589/2/BAB%20I.docx
http://eprints.unpam.ac.id/3589/3/BAB%20II.docx
http://eprints.unpam.ac.id/3589/4/BAB%20III.docx
http://eprints.unpam.ac.id/3589/5/BAB%20IV.docx
http://eprints.unpam.ac.id/3589/6/BAB%20V.docx
http://eprints.unpam.ac.id/3589/7/JURNAL.docx
http://eprints.unpam.ac.id/3589/
Daftar Isi:
  • ABSTRAK SARI RAHMAWATI, 2013020478, PEMBAGIAN HARTA WARIS DAN PENYELESAIN SENGKETA HUKUM ADAT DAYAK MERATUS BERDASARKAN PASAL 852 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA(Studi Kasus Di Desa Haratai, Kacamatan Loksado, Kabupaten Kandangan Hulu Sungai Selatan Kalimantan salatan), Suku Dayak Meratus adalah salah satu suku yang ada di indonesia, yang berada dibagian pulau kalimantan, masyarakat dayak meratus masih kental dengan adat dan budaya yang mereka anut. Dayak Meratus terletak di Kalimantan Selatan Hulu Sungai Selatan Kacamatan loksado Kabupaten Kandangan. Mereka tinggal secara berkelompok dalam satu desa, biasanya dalam satu desa terdapat paling sedikit 5 kepala keluarga dan setiap desa tersebut terdapat satu kepala Suku yang disebut BALIAN. Balian ini juga yang menjadi panutan bagi warga masyarakatnya yang lain entah itu mengenai permasalahan adat ataupun mengenai urusan lain yang terjadi dilingkungan masyarakat adat tersebut. Kepala damang bertanggung jawab atas beberapa wilayah yang terdiri dari beberapa desa. Jenis penelitian ini adalah yuridis empiris. Penelitian ini mengkaji konsep normatif / yuridis mengenai pembagian waris sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pelaksaan pembagian harta waris adat dayak meratus. Hasil penelitian pembagian hukum waris adat yang di dapat dari masyarakat adat dayak meratus di desa haratai, yaitu pada hukum waris suku dayak meratus anak laki-laki dan anak yang tertua cenderung memiliki hak yang lebih tinggi atau lebih banyak dari pada anak perempuan ataupun ahli waris yang lebih muda selama ahli waris tersebut tinggal dan hidup bersama sampai pewaris meninggal dunia. Adapun permasalahan yang sering terjadi adalah dalam hal pembagian hak waris, dikarenakan anak yang sudah tinggal diluar rumah orang tua (menikah) tidak berhak lagi atas harta warisan tersebut. Kecuali ahli waris tersebut mau memberikan hak warisnya terhadap yang sudah menikah ataupun yang pindah rumah, dan ini bersifat tidak wajib, tergantung dari ahli warisnya saja, biasanya anak yang tinggal bersama pewaris sampai pewaris tersebut tiada akan mendapatkan warisan lebih banyak dan bahkan bisa menguasai semuanya, dikarenakan ia sudah merawat pewaris selama ia masih hidup. Sehingga hal ini sering menjadi permasalahan karena anak yang lain merasa memilki hak atas waris meskipun ia tidak tinggal bersama pewaris semasa ia masih hidup.Sesuai dengan pasal 852 kitab undang-undang hukum perdata bahwasanya “anak-anak atau keturunan-keturunan, sekalipun dilahirkan dan berbagai perkawinan, mewarisi harta peninggalan para orang tua mereka, kakek dan nenek mereka, atau keluarga-keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus keatas, tanpa membedakan jenis kelamin atau kelahiran yang lebih dulu. Mereka mewarisi bagian yang sama besarnya kepala demi kepala, bila dengan yang meninggal mereka semua bertalian keluarga dalam derajat pertama dan masing-masing berhak karena dirinya sendiri; mereka mewarsi pancang demi pancang, bila mereka semua mewarisi atas sebagiann sebagai pengganti”. Dilihat dari hukum adat memang merasa tidak adil, akan tetap sebuah peraturan dibuat tentu sudah dengan pemikiran yang matang akan suatu aturan tersebut.