Sahnya suatu perjanjian jual beli tanah yang berstatus sertifikat hak guna bangunan menjadi sertifikat hak milik ditinjau dari kitab undang-undang hukum perdata pasal 1320 tentang syarat sahnya suatu perjanjian dan hir pasal163 tentang pengambilan putusan dipengadilan negeri tangerang (analisis putusan nomor :424/pdt.g/2012/pn.tng)
Main Author: | Sriwenda Asmarani Waruwu, . |
---|---|
Format: | Lainnya NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
Universitas Pamulang
, 2016
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://eprints.unpam.ac.id/2931/1/FILE%20COVER.docx http://eprints.unpam.ac.id/2931/2/BAB%20I.docx http://eprints.unpam.ac.id/2931/3/BAB%20II.docx http://eprints.unpam.ac.id/2931/4/BAB%20III.docx http://eprints.unpam.ac.id/2931/5/BAB%20IV.docx http://eprints.unpam.ac.id/2931/6/BAB%20V.docx http://eprints.unpam.ac.id/2931/7/JURNAL.docx http://eprints.unpam.ac.id/2931/ |
Daftar Isi:
- ABSTRAK SRIWENDA ASMARANI WARUWU, 2011020070, SAHNYA SUATU PERJANJIAN JUAL BELI TANAH YANG BERSTATUS SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN MENJADI SERTIFIKAT HAK MILIK DITINJAU DARI KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA PASAL 1320 TENTANG SYARAT SAHNYA SUATU PERJANJIAN dan HIR PASAL 163 TENTANG PENGAMBILAN PUTUSAN DIPENGADILAN NEGERI TANGERANG. Hak milik atas tanah sangat penting bagi negara, bangsa dan rakyat Indonesia sebagai masyarakat yang sedang membangun ke arah perkembangan industri. Tanah yang merupakan kebutuhan pokok bagi manusia akan berhadapan dengan berbagai hal seperti keterbatasan tanah baik dalam jumlah maupun kualitas dibanding dengan kebutuhan yang harus dipenuhDidalam setiap jual beli hak atas tanah harus dilakukan pendaftaran yang telah diatur didalam Pasal 19 Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-pokok Agraria. Proses pendaftaran tanah akibat perbuatan hukum pemindahan hak milik melalui jual beli harus dilakukan dengan akta PPAT, namun dalam kenyataan ada masyarakat yang melakukan jual beli dengan perjanjian jual beli dibawah tangan. Didalam pasal yang sama juga membolehkan adanya pendaftaran tanah dengan menggunakan akat yang bukan dibuat oleh PPAT, hal ini menunjukkan adanya konflik diantara pasal tersebut. Adapun permasalahan yang diangkat adalah 1). Bagaimanakah bentuk membuat suatu perjanjian yang jual beli tanah yang sah di tinjau dari KUHPer dan Undang-undang Pokok Agraria? 2) Sudahkah Putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor 424/PDT. G/2012/PN.TNG sesuai dengan undang-undang yang berlaku? Penelitian ini merupakan penelitian normatif, yaitu suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang menjadi permasalahan. Penelitian ini awalnya dilakukan dengan meneliti bahan hukum primer dengan cara menelaah semua peraturan perundang-undangan yang bersangkut paut dengan permasalahan, didukung dengan bahan hukum sekunder berupa literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan serta bahan hukum tersier berupa kamus hukum serta dokumen yang dapat menjelaskan bahan hukum primer maupun sekunder. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa keabsahan perjanjian jual beli hak milik atas tanah dibawah tangan tetap sah selama dapat dibuktikan dan tidak disangkal oleh para pihak khususnya penjual. Kekuatan pembuktian perjanjian jual beli hak milik atas tanah di bawah tangan setelah dilegalisasi tetap berupa kekuatan pembutian akta dibawah tangan yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sah selama para pihak tidak menyangkalnya, setelah dilegalisasi pun pembutiannya sama dengan sebelum dilegalisasi hanya saja setelah dilegalisasi dan diberi materai yang cukup sudah dapat diterima sebagai alat bukti di pengadilan.