Penegakan hukum tindak pidana menawarkan jasa seksual secara komersil melalui media elektronik ditinjau dari pasal 27 undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (analisis putusan nomor 470/pid.sus/2014/pn.smn)
Main Author: | Ozi Oka Saputra, . |
---|---|
Format: | Lainnya NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
Universitas Pamulang
, 2017
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://eprints.unpam.ac.id/2918/1/COVER.docx http://eprints.unpam.ac.id/2918/2/BAB%20I.docx http://eprints.unpam.ac.id/2918/3/BAB%20II.docx http://eprints.unpam.ac.id/2918/4/BAB%20III.docx http://eprints.unpam.ac.id/2918/5/BAB%20IV.docx http://eprints.unpam.ac.id/2918/6/BAB%20V.docx http://eprints.unpam.ac.id/2918/7/JURNAL.docx http://eprints.unpam.ac.id/2918/ |
Daftar Isi:
- ABSTRAK OZI OKA SAPUTRA, 2013020988, PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA MENAWARKAN JASA SEKSUAL SECARA KOMERSIL MELALUI MEDIA ELEKTRONIK DITINJAU DARI PASAL 27 UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (Analisis Putusan Nomor 470/Pid.Sus/2014/PN.Smn).. Setelah diundangkannya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menjadi payung hukum dari penanggulangan prostitusi cyber, aparat kepolisian semakin leluasa dalam menjaring praktik prostitusi yang dilakukan via internet ini. Pada November 2008, Polda Metro Jaya berhasil mengungkap bisnis prostitusi. Polisi berhasil mengamankan seorang mucikari Albert Timotius dan menahan tiga wanita penghibur yang kemudian berstatus sebagai saksi. Polisi pun terus melakukan penyelidikan kasus serupa yang diduga banyak beredar di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk menganalisis penegakan hukum terhadap prostitusi cyber ditinjau dari Pasal 27 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik dalam Putusan Nomor 470/Pid.Sus/2014/PN.Smn dan menganalisis pertimbangan hakim dalam memutus perkara dalam Putusan Nomor 470/Pid.Sus/2014/PN.Smn. Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian hukum (legal research) karena menganalisis permasalahan sosial melalui perspektif hokum. Penegakan hokum tindak pidana kejahatan prostitusi cyber dindonesia dilakukan dengan 1) Peraturan Perundang-Undangan, Penegakan hukum dalam kasus cyber prostitution ini sangat sulit dilakukan. Hal ini disebabkan karena sulitnya menentukan yurisdiksi dari cyber prostitution. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik yang mengatur tentang Prostitusi diatur dalam Pasal 27 Ayat (1), 2) Aparat Pelaksana (penegak hukum) Melakukan Cyber Patrol secara komprehensif dan rutin. Dengan adanya cyber patrol tersebut bisa menghasilkan usulan pemblokiran konten yang tidak sesuai, juga bisa dikaitkan hingga ke tingkat penyidikan, 3) Masyarakat (kesadaran dan kepatuhan hukum), Pengaturan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ini sejalan dengan agama, nilai-nilai maupun kaidah moral yang diterima secara universal sehingga keberadaan cyber law (termasuk instrumen hukum internasional yang mengaturnya) diakui, diterima dan dilaksanakan oleh information society.Putusan No.470/Pid.Sus/2014/PN.Smn didasarkan pada adanya pertimbangan mengenai unsur objektif dan unsur subjektif, namun putusan tersebut belumlah tepat karena unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 27 ayat (1) Jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE sebagaimana yang diterapkan oleh Hakim tidak semuanya terpenuhi, selain itu apabila melihat pada kegiatan prostitusinya yaitu melakukan hubungan seks secara langsung tanpa perantara internet seperti kegiatan prostitusi pada umumnya maka penerapan UU ITE dalam hal ini tidaklah tepat, selain itu vonis yang cukup ringan bagi Terdakwa dianggap belum mampu untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat dan menimbulkan efek jera bagi Terdakwa untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi.