Perlindungan konsumen terhadap peredaran daur ulang makanan kadaluwarsa dan penyelesaian sengketa ditinjau dari undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen (studi kasus home industry coklat di jakarta barat)
Main Author: | Ilham Arrahman, . |
---|---|
Format: | Lainnya NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
Universitas Pamulang
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://eprints.unpam.ac.id/2875/1/COVER.docx http://eprints.unpam.ac.id/2875/2/BAB%20I.docx http://eprints.unpam.ac.id/2875/3/BAB%20II.docx http://eprints.unpam.ac.id/2875/4/BAB%20III.docx http://eprints.unpam.ac.id/2875/5/BAB%20IV.docx http://eprints.unpam.ac.id/2875/6/BAB%20V.docx http://eprints.unpam.ac.id/2875/7/JURNAL.docx http://eprints.unpam.ac.id/2875/ |
Daftar Isi:
- ABSTRAK ILHAM ARRAHMAN, 2013020605, PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEREDARAN DAUR ULANG MAKANAN KADALUWARSA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi Kasus Home Industry Coklat di Jakarta Barat). Dalam kehidupan di masyarakat banyak sekali kita dapatkan usaha-usaha yang di lakukan produsen untuk mendapatkan usaha yang menghasilkan uang yang menggiurkan tanpa menggunakan modal yang besar, sehingga banyak produsen yang menggunakan kesempatan untuk mengedarkan produk yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang yang telah di berlakukan pemerintah agar produsen membuat dan mengedarkan produk yang sehat, bersih, dan halal untuk dikonsumsi, tetapi itu tidak berlaku untuk para produsen home industri yang menggunakan bahan olahan yang tidak layak yang di ambil dari limbah yang telah kadaluwarsa, jadi para produsen yang melakukan peredaran daur ulang makanan kadaluwarsa telah melanggar Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 8 ayat (1) huruf a dan g serta ayat (3), karena dalam hal ini memperdagangkan makanan kadaluwarsa yang didaur ulang adalah memperdagangkan makanan yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standard yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu. Penyelesaian sengketa yang diajukan konsumen ialah penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dilaksanakan melalui badan penyelesaian sengketa konsumen(BPSK) dengan melakukan ganti rugi sesuai dengan sanksi yang dilakukan produsen, Sanksi-sanksi tersebut adalah sanksi administrasi, yaitu berupa tindakan-tindakan administratif seperti pencabutan izin produksi, penarikan produk dari peredaran dan penetapan ganti kerugian paling banyak dua ratus juta rupiah. Pelaku usaha industri rumah tangga (home industry) makanan olahan baik yang telah berizin maupun yang belum berizin instansi terkait sebaiknya menarik produk makanan olahannya di pasaran agar tidak menimbulkan kerugian lebih banyak lagi bagi konsumen, Lalu selanjutnya bagi produsen yang telah melakukan perbuatan melanggar ketentuan hukum dan merugikan konsumen terkena sanksi perdata berdasarkan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang perlindungan Konsumen Pasal 19 ayat (1), menyatakan bahwa yaitu pelaku usaha bertanggung jawab dalam hal ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi produk makanan yang dihasilkan atau diperdagangkan. Selanjutnya berdasarkan pasal 19 ayat (2) Ganti kerugian yang dimaksud yaitu berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan atau jasa yang sejenis dan setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan atau pemberian santun sesuai dengan kerugian yang di derita oleh konsumen.