Problematika fungsi legislasi dewan perwakilan daerah republik indonesia (dpd ri) pasca berlakunya undang-undang nomor 17 tahun 2014 tentang mpr, dpr, dpd, dan dprd (md3) (studi atas putusan mahkamah konstitusi nomor 92/puu-x/2012)

Main Author: Masduki, .
Format: Lainnya NonPeerReviewed Book
Bahasa: ind
Terbitan: Universitas Pamulang , 2017
Subjects:
Online Access: http://eprints.unpam.ac.id/2679/1/COVER.docx
http://eprints.unpam.ac.id/2679/2/BAB%20I.docx
http://eprints.unpam.ac.id/2679/3/BAB%20II.docx
http://eprints.unpam.ac.id/2679/4/BAB%20III.docx
http://eprints.unpam.ac.id/2679/5/BAB%20IV.docx
http://eprints.unpam.ac.id/2679/6/BAB%20V.docx
http://eprints.unpam.ac.id/2679/7/JURNAL.docx
http://eprints.unpam.ac.id/2679/
Daftar Isi:
  • ABSTRAK MASDUKI, 2013020090, PROBLEMATIKA FUNGSI LEGISLASI DPD RI PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 17 Tahun 2014 TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (UU MD3/2014). Studi Atas Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 92/PUU-X/2012. Legitimasi konstitusional keberadaan DPD tertuang pada pasal 2 ayat 1 UUD 1945, yang menyatakan MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut melalui undang-undang. Selanjutnya, dalam pasal 22 D ayat (1) dan ayat (2) menyatakan bahwa, DPD memiliki hak untuk mengajukan dan ikut membahas yang berkaitan dengan implementasi otonomi daerah, pemekaran daerah, penggabungan daerah, sumber alam daerah dan keuangan daerah, serta pasal (3) menyatakan bahwa DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang bidang tertentu serta yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. Dengan demikian, legitimasi konstitusional DPD sebagai lembaga politik yang mewakili kepentingan daerah berada dalam posisi yang setara dengan DPR dalam proses-proses legislasi perundang-undangan dalam sistem ketatanegaraan RI. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang bertitik tolak dari perundang-undangan yang berlaku. Dengan metode penelitian ini diharapkan mampu menemukan, merumuskan, menganalisis, dan memecahkan suatu masalah dalam penelitian. Hasil penelitian, bahwa faktor-faktor yang menjadi problematika fungsi legislasi DPD pasca berlakunya UU MD3/2014 adalah adanya ketentuan-ketentuan di dalam UU MD3/2014 yang merugikan hak kostitusiaonal DPD dalam bidang legislasi sebagaimana telah dijamin oleh UUD 1945 Pasal 22D ayat (1) dan ayat (2), serta pengingkaran terhadap putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012. Hal tersebut menunjukan bahwa pembentukan UU MD3/2014 nyata-nyata tidak menghargai Putusan MK yang diberi mandat oleh UUD 1945 sebagai lembaga penafsir dan penjaga konstitusi, yang hakekat putusannya adalah final dan mengikat, serta berjiwa konstitusi dan memuat temuan teori hukum konstitusi. Dengan tidak menghormati, mematuhi, dan melaksanakan putusan Mahkamah konstitusi, maka lembaga pembuat undang-undangberarti tidak patuh terhadap putusan lembaga yang ditunjuk konstitusi untuk mengawal pelaksanaan konstitusi yakni Mahkamah Konstitusi, serta tidak patuh terhadap konstitusi itu sendiri. Dengan asas keterbukaan DPD diberi peluang agar dapat menyampaikan pendapatnya selama proses pembentukan undang-undang tersebut, sehingga dapat mempengaruhi isi undang-undang tersebut. Dalam hal ini DPD mempunyai kepentingan utama (vital interest). Pemberian kesempatan ini untuk memenuhi pertimbangan utama bagi procedural fairness. Berdasarkan Problematika tersebut, maka UU MD3/2014 dianggap cacat secara prosedural dalam mekanisme pembentukannya karena tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan UUD 1945 dan perlu dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.