Kajian terhadap disparitas pidana pada perkara tindak pidana korupsi ditinjau dari undang-undang no. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (analisa putusan no. 2 pk/pid.sus/2014 & no. 968 k/pid.sus/2014)
Main Author: | Nina Kurniawati, . |
---|---|
Format: | Lainnya NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
Universitas Pamulang
, 2017
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://eprints.unpam.ac.id/2499/1/COVER.docx http://eprints.unpam.ac.id/2499/2/BAB%20I.docx http://eprints.unpam.ac.id/2499/3/BAB%20II.docx http://eprints.unpam.ac.id/2499/4/BAB%20III.docx http://eprints.unpam.ac.id/2499/5/BAB%20IV.docx http://eprints.unpam.ac.id/2499/6/BAB%20V.docx http://eprints.unpam.ac.id/2499/7/JURNAL.docx http://eprints.unpam.ac.id/2499/ |
Daftar Isi:
- ABSTRAK NINA KURNIAWATI, 2013021018, KAJIAN TERHADAP DISPARITAS PIDANA PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI (ANALISA PUTUSAN NO. 2 PK/PID.SUS/2014 & NO. 968K/PID.SUS/2014). Tindak pidana korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lain di berbagai belahan dunia. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindak pidana ini. Dampak yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Salah satu aspek yang penting dalam pemberantasan tindak pidana korupsi adalah proses penegakan hukum. Jika kita perhatikan dan cermati memperhatikan pula fakta yuridis dan empirik sehingga putusan yang diberikan hakim dapat mencerminkan keadilan, berkepastian hukum dan bermanfaat bagi Negara. Dalam kenyataannya banyak nya perbedaan putusan yang sama sehingga menimbulkan disparitas pidana dimata masyarakat. Banyak pelaku tindak pidana korupsi yang diberikan hukuman yang relatif ringan. Dari putusan tersebut menimbulkan disparitas pidana antara sesama putusan dalam tingkat pengadilan setingkat, antara sesama putusan pengadilan tinggi maupun antara putusan mahkamah Agung (secara horizontal) maupun antara putusan pengadilan tingkat pertama dengan putusan tingkat selanjutnya (secara vertikal). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang dilakukan berdasarkan bahan hukum dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 sebagaimana perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 terhadap pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang didalamnya menunjukan disparitas pidana. Dalam pelaksanaannya, pasal-pasal yang tersedia dalam undang-undang tindak pidana korupsi belum semuanya digunakan aparat penegak hukum. Baik oleh kepolisian, kejaksaan, dan bahkan oleh komisi pemberantasan korupsi sekalipun. Mayoritas putusan pada perkara korupsi menggunakan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 undang-undang tindak pidana korupsi untuk memproses pelaku tindak pidana korupsi. Namun, pengaturan tindak pidana korupsi dan perumusan ancaman pidana pada pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 undang-undnag tindak pidana korupsi telah menjadi persoalan yang mendukung lahirnya disparitas pemidanaan dan inkosistensi putusan dalam tindak pidana korupsi. Dimana ancaman hukuman minimal pasal 3 (penyalahgunaan wewenang) jauh lebih ringan dengan hukuman minimal pasal 2 ayat (1) (perbuatan melawan hukum), sehingga keputusan tersebut membuat adanya perbedaan pidana dan ketidakpastian hukum. Selain itu penafsiran sistematis yang bertentangan dengan payung hukum pidana yaitu KUHP, dimana ancaman bagi tindak pidana yang menggunakan wewenang dalam jabatannya ditambah sepertiga dari pidana biasa (Pasal 52 KUHP).