Analisis putusan Mahkamah Konstitusi nomor 27/PUU-IX/2011 terhadap pekerja dengan sistem outsourcing

Main Author: Rodiya, Miftahul
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: ind
Terbitan: Fakultas Hukum UAI , 2012
Subjects:
Online Access: http://eprints.uai.ac.id/624/1/
http://eprints.uai.ac.id/624/
http://perpustakaan.uai.ac.id/index.php/cari/detailkoleksi/0D1966C8-8C78-479F-9DE0-ECEC4A75A7BA
Daftar Isi:
  • Penulisan ini menggunakan penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Penelitian mengacu pada norma hukum terkait outsourcing yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Belakangan ini perusahaan mementingkan hal-hal yang mempercepat proses ini demi efisiensi dan efektifitas perusahaan. Salah satu cara adalah dengan menyerahkan sebagian pekerjaan kepada pihak lain melalui jasa pemborongan atau penyedia jasa pekerja/buruh atau dikenal dengan istilah outsourcing. Karena dengan penggunaan outsourcing ini maka perusahaan dapat lebih memperhatikan kegiatan utama perusahaan sehingga perusahaan lebih kompetitif. Namun, praktik outsourcing menimbulkan masalah, khususnya mengenai perlindungan pekerja dan jangka waktu pekerjaannya. Umumnya upah yang diterima oleh pekerja outsourcing dipotong oleh perusahaan outsourcing, sehingga upah yang diterima oleh pekerja outsourcing semakin sedikit. Juga dalam hal jangka waktu, pekerja outsourcing seakan tidak dihargai masa kerjanya yang sebenarnya sudah belasan tahun bekerja, tetapi karena status kontrak diperbarui setiap tahun, jadi masa kerja pekerja outsourcing dimulai kembali dari awal. Dengan masalah yang berlarut-larut ini, Mahkamah Konstitusi melalui putusan No.27/PUU-IX/2011 memutuskan bahwa kontrak kerja sistem outsourcing harus berdasarkan PKWTT, sedangkan apabila tetap menggunakan PKWT, harus ada jaminan kelangsungan pekerjaan bagi pekerjanya. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan hukum bagi pekerja outsourcing setelah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Mahkamah Konstitusi membolehkan praktek outsourcing sepanjang dalam perjanjian kerjanya dicantumkan bahwa pekerja akan bekerja pada perusahaan outsourcing yang baru dalam hal terjadi pergantian perusahaan dan hak-hak pekerja akan tetap diberikan.