Kesempatan Perempuan mendapatkan Pelayanan dan Hak Kesehatan Reproduksi di Pedesaan Alor, Nusa Tenggara Timur
Main Author: | Putra, Sipin |
---|---|
Format: | Article info application/pdf eJournal |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
Pusat Studi Wanita, Univesitas Kristen Indonesia
, 2019
|
Online Access: |
http://ejournal.uki.ac.id/index.php/inada/article/view/1036 http://ejournal.uki.ac.id/index.php/inada/article/view/1036/866 |
Daftar Isi:
- Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sejak dulu dianggap sebagai daerah di mana angka kematian ibu dan anak yang tinggi di Indonesia. Di saat yang bersamaan, Millennium Development Goals (MDGs) dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan terhadap semua negara dalam hal pengurangan substansial dalam kematian anak dan ibu hingga tahun 2015 (dari 1990). Karena itu, Indonesia dan NTT perlu memiliki program komitmen yang kuat. Mengurangi kematian ibu dan anak adalah salah satu dari program strategis Kementerian Kesehatan 2015-2019. Indonesia masih mengalami permasalahan kematian ibu tinggi, kasus HIV, status gizi buruk dan penyakit tidak menular. Presiden Joko Widodo menyatakan pentingnya meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan ibu agar kesehatan anak lebih baik, hal ini menjadi bagian dari program prioritas nasional. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti berdasarkan peluang dan partisipasi perempuan dalam hak dan layanan kesehatan reproduksi. Penelitian ini juga mengidentifikasi pengucilan sosial di antara keputusan perempuan yang berkaitan dengan praktik tradisional dan budaya; untuk mengeksplorasi kebijakan kesehatan reproduksi di Alor. Peneliti mengambil informasi dari Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabuaten Alor dengan menggunakan wawancara mendalam dan diskusi kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan reproduksi terbatas khususnya untuk perempuan. Konsultasi pra nikah adalah salah satu kebijakan dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) dan Kementerian Agama dari tingkat pusat hingga kecamatan. Kekerasan berbasis gender biasanya terjadi terkait aktivitas seksual perempuan dan laki-laki. Posisi perempuan dalam komunitas masih lemah, terutama yang terkait dengan budaya mas kawin 'belis' - Moko. Belis menjadi sebuah belenggu bagi Perempuan Alor dalam mengakses hak dan kesehatan reproduksi. Perempuan Alor belum paham benar tentang hak kesehatan reproduksi mereka. Kata Kunci: Perempuan, Hak Kesehatan Reproduksi, FGD, Belis
- East Nusa Tenggara has traditionally been considered as one of the regions where maternal and child mortality is high. At the same time, UN MDGs call all countries for substantial reductions in child and maternal mortality by three-quarters by 2015 (from 1990 levels). Accordingly, Indonesia and NTT need to have a strong commitment program. Reducing maternal and child deaths are one of the 2015-2019 Ministry of Health strategic programs. Mothers are still experiencing high maternal deaths, HIV cases, poor nutrition status and non-communicable diseases. President Joko Widodo stated the importance for improving mothersâ€TM health and wellbeing to influence better early-age health outcomes which also part of the national priority. This study aims to deliver evidence-based on women's opportunity and participation in reproductive health rights and services that would assist the Ministry of Health to achieve universal access in their life and equal rights. And to identify social exclusion among women decisions in relation with traditional practices and cultural beliefs; to explore reproductive health policies in Alor. Our team is placed to take this forward from the provincial health office, District health office of Alor which are also being explored by using in-depth interview, fgd and group interview. The results showed that limited reproductive health education. Pre-marriage consultation is one policy from the central level to sub district. Gender based violence commonly occur relating sex activity. Womenâ€TMs position in the community is still weak, especially related to the †̃belisâ€TM dowry culture-Moko. Women in Alor are not aware yet about their reproductive health rights. Key Words: Women, Reproductive Health Rights, FGD, Belis