Tinjauan hukum Islam terhadap tradisi bubuwarang dalam perkawinan di desa Tegalgubug Kecamatan Arjawinangun Kabupaten Cirebon
Daftar Isi:
- Apabila seseorang hendak kawin, maka ia harus memenuhi beberapa rukun atau syarat seperti masalah maskawin yang harus ditunaikan calon suami kepada calon istri sebagai kewajiban. Dari paparan diatas, penyusun tertarik untuk melakukan suatu penelitian mengenai perkawinan adat di Desa Tegalgubug Kecamatan Arjawinangun Kabupaten Cirebon.Disamping maskawin, pihak lakilaki harus membawakan perabot rumah tangga yang meliputi seperangkat alat dapur lengkap, kursi dan meja ruang tamu, almari, ranjang ples kasurnya, dan meja rias kamar tidur, serta sejumlah uang.Praktek ini yang penyusun dan masyarakat setempat mengenal dengan istilah bubuwarang. Bubuwarang ini dirasa memberatkan pihak laki-laki yang ingin berumah tangga, sehingga tidak sedikit pemuda lajang yang lewat umur belum menikah hanya karena alasan belum adanya dana untuk bubuwarang.Sementara pihak perempuan terbantu dengan mendapatkan bubuwarang itu.Maka sebenarnya bagaimana tradisi bubuwarang dalam perkawinan di Tegalgubug Arjawinangun Cirebon?. Dan bagaimana tinjauan hukum Islam memandang tradisi tersebut?. Untuk memperoleh jawaban, penyusun menggunakan metode penelitian lapangan, yaitu pengumpulan data dilakukan dengan dokumentasi dan interview untuk dapat menganalisa tradisi bubuwarang ditinjau dari hukum Islam, dan sejauh mana maslahah dan mafsadah dari adat bubuwarang tersebut.Datanya diperoleh melalui wawancara terhadap para pelaku adat baik orang tua, pemuda dan tokoh masyarakat.Dari hasil wawancara tersebut kemudian dianalisis untuk ditarik pada kesimpulan.Penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analitik, yaitu penelitian yang menyajikan, menguraikan, menganalisa, dan mengumpulkannya sebagai data dengan pendekatan normative, yaitu‘urf. Adapun hasil penelitian ini adalah bubuwarang dalam perkawinan merupakan adat yang tidak ditetapkan hukumnya oleh syara’ dan tidak ada dalil yang melarang atau mewajibkannya.Bubuwarang pada perkawinan adat di desa Tegalgubug dapat diterima oleh hukum Islam karena didalamnya mengandung unsur nafkah demi kesejahteraan hidup dalam berumah tangga.Danbubuwarang bisa saja disebut sebagai hadiah, yaitu hadiah yang diberikan oleh calon suami kepada calon istri atas dasar rasa cinta kasih dan penghargaan.Harta benda bubuwarang mengandung kamaslahatan meski terdapat unsur mafsadat, tetapi unsur mafsadat itu akan hilang manakala sudah terjadinya mufakat, melalui kesepakatan dan rundingan terkait bubuwarang yang diberikan, sehingga siap maupun tidak siap, pihak mempelai laki-laki telah menyetujui dan meng-iyakan kesepakatan yang dilangsungkan. Dengan demikian bisa diasumsikan bahwa tradisi tersebut masih mempunyai tempat sangat bernilai dan berkembang dalam masyarakat, dianut, dipatuhi serta diakui keberadaannya.