Pernikahan Tanpa Peminangan (Studi Kasus Terhadap Nikah Massal di Pondok Pesantren Arroudloh Tambakrejo Pasrepan Pasuruan)
Daftar Isi:
- Pernikahan merupakan sunatullah yang bersifat universal dan wujud naluri yang ada pada semua manusia. Oleh karena itu, sangat diperlukan kesamaan keyakinan dan prinsip hidup antara suami dan istri, termasuk dalam melakukan pernikahan yang Islami, yakni sesuai syariat, akidah dan akhlak Islam. Sebelum melangkah pada pernikahan masyarakat terlebih dahulu malakukan peminangan, yang dalam istilah Islam disebut khiṭbah. Sungguhpun demikian, ternyata ada hal menarik yang terjadi dalam prosesi nikah massal di Pondok Pesantren Arroudloh Tambakrejo Pasrepan Pasuruan, Jawa Timur. Mengingat nikah massal tersebut diselenggarakan bertepatan dengan acara peringatan maulid Nabi Muhammad Saw. Yaitu pada hari senin pertama bulan Rabi‘ul Awwal atau bulan Maulid kalender Hijriyah. Dalam hal ini, prosesi nikah massal itu tidak ada khiṭbah sebelum akad nikah (kedua calon mempelai tidak saling tahu dan mengenal), dengan kata lain pernikahan ini merupakan pernikahan tanpa peminangan. Untuk mengetahui fakta dan hukum pernikahan tanpa peminangan tersebut. Serta analisisnya dengan menggunakan konsep fiqh munakaḥat dan kaidah fiqh. Maka peneliti mengangkat permasalahan tersebut dalam sebuah penelitian dengan judul, Pernikahan Tanpa Peminangan (Studi Kasus Terhadap Nikah Massal di Pondok Pesantren Arroudloh Tambakrejo Pasrepan Pasuruan). Dalam mengkaji permasalahan ini peneliti menggunakan pendekatan yang bersifat empiris (yuridis empiris). Berdasarkan sifat permasalahannya penelitian ini termasuk studi kasus (case study). Berdasarkan rencana penyelidikannya, skripsi ini bisa dimasukkan dalam jenis penelitian deskriptif. Metode pengumpulan data diperoleh dari observasi dan wawancara. Subjek data penelitian adalah Pelaku Nikah Massal, KH. Achmad Su’adi Abu Amar, Khadam (pembantu atau anak buah Kyai) dan Santri, Tokoh Agama, serta masyarakat Desa Tambakrejo dan sekitarnya, yang terkait dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini. Tradisi nikah massal tersebut merupakan tradisi turun-temurun. Dalam tradisi ini kedua calon mempelai tidak saling tahu dan mengenal, karena sebelum akad nikah mereka tidak melakukan khiṭbah atau peminangan. Namun peneliti menemukan ada alternatif penggantinya, yakni setelah selesai akad nikah kedua mempelai ditempatkan di kamar khusus untuk menjalani masa kepatutan, agar mereka patut menjalani kehidupan rumah tangga. Dalam analisis dengan pendekatan konsep fiqh munakaḥat dan kaidah fiqh, tradisi nikah massal tersebut merupakan adat yang patut untuk dilestarikan keberadaannya. Sungguhpun demikian, konsep fiqh munakaḥat masih relevan diterapkan dalam pernikahan tanpa peminangan ini, termasuk tujuan adanya peminangan harus tetap dilakukan.