Daftar Isi:
  • Bubak Kawah merupakan upacara yang dilaksanakan sebagai pertanda bahwa pemangku hajat adalah orang yang baru pertama kali memangku hajat mantu dengan harapan agar pengantin cepat diberikan keturunan. Hal ini dilakukan sebagai kepercayaan adat bahwa akan terjadi hal buruk jika tradisi ini tidak dilaksanakan. Dalam hal ini peneliti ingin menyelaminya lebih jauh lagi tentang praktek Tradisi Bubak Kawah Setelah Akad Nikah di Desa Puncu kecamatan Puncu Kabupaten Kediri serta Tinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi Bubak Kawah Setelah Akad Nikah di Desa Puncu Kecamatan Puncu Kabupaten Kediri. Penelitian ini menggunakan metode penelitian lapangan (kualitatif). Sumber data yang dipakai adalah data primer dan sekunder. Adapun sumber data primer berasal dari wawancara dengan pelaku Bubak kawah dan penghulu adat setempat, sedangkan data sekunder peneliti peroleh dari buku-buku, kitab-kitab, dan referensi yang terkait. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa sebagian masyarakat ada yang setuju dan ada yang tidak setuju dengan pelaksanaan Tradisi bubak Kawah setelah Akad. Alasan Masyarakat setuju dengan pelaksanaan Tradisi Bubak Kawah adalah akan terjadi hal-hal yang buruk jika tidak melaksanakan Tradisi Bubak Kawah. Sedangkan masyarakat yang tidak setuju dengan pelaksanaan Tradisi Bubak Kawah beralasan bahwa didalam islam tidak ada tradisi Bubak Kawah dan Bubak Kawah merupakan warisan dari Tradisi Hindu yang kemudian di adopsi oleh masyarakat Desa Puncu Kecamatan Puncu Kabupaten Kediri. Hukum melaksanakan tradisi Bubak Kawah adalah mubah karena tidak ada hal yang bertentangan dengan Syariat Islam, dan tidak ada dalil dan hadits yang melarang pelaksanaan Tradisi Bubak Kawah Setelah Akad Nikah. Hal ini berdasarkan kaidah fiqhiyyah yang artinya “ Hukum asal dari segala sesuatu adalah boleh selama tidak ada dalil yang mengharamkan”. Serta tidak ada dalil yang mengarah pada hukum keharamannya.