Proses Jurnalisme Kloning dalam Kerangka Teori Strukturasi Giddens: Studi Kasus pada Jurnalis Media Online
Main Author: | Thedora, Novi |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed application/pdf |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2020
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://kc.umn.ac.id/15176/1/HALAMAN_AWAL.pdf http://kc.umn.ac.id/15176/2/DAFTAR_PUSTAKA.pdf http://kc.umn.ac.id/15176/3/BAB_I.pdf http://kc.umn.ac.id/15176/4/BAB_II.pdf http://kc.umn.ac.id/15176/5/BAB_III.pdf http://kc.umn.ac.id/15176/6/BAB_IV.pdf http://kc.umn.ac.id/15176/7/BAB_V.pdf http://kc.umn.ac.id/15176/8/LAMPIRAN.pdf http://kc.umn.ac.id/15176/ |
Daftar Isi:
- Guna memudahkan pencarian informasi, perusahaan media biasa menempatkan jurnalisnya pada pos tertentu (sistem beat). Hal ini membuat para jurnalis berkumpul dan mencari informasi bersama. Kebersamaan tersebut menimbulkan praktik jurnalisme kloning. Kloning membuat jurnalis menjadi lebih malas dan berdampak pada hasil berita yang monoton. Meskipun kebiasaan tersebut memberikan dampak yang kurang baik, praktiknya masih terus eksis. Oleh karena itu, penelitian ini ingin mengkaji jurnalisme kloning melalui teori strukturasi untuk melihat pertemuan agen dan struktur di lapangan untuk memperluas perspektif jurnalisme kloning. Penelitian ini memiliki pendekatan kualitatif deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara tiga jurnalis beat dan tiga jurnalis non-beat. Dari hasil penelitian, aktivitas kloning yang paling sering dilakukan adalah bertukar transkrip dan angle berita. Namun, intensitas jurnalis non-beat lebih sedikit dibandingkan jurnalis yang bertugas pada satu pos tetap. Dikaji dari teori strukturasi, lapangan kerja jurnalis beat memiliki aturan bahwa jurnalis yang tidak ikut kloning akan dijauhi. Sedangkan, aturan yang dimiliki jurnalis non-beat adalah tidak boleh ada kesamaan angle antar media. Aturan tersebut diikuti oleh jurnalis sehingga sistem yang ada terus bereproduksi hingga ke agen selanjutnya. Kesadaran diskursif serta alasan yang dimiliki oleh jurnalis dalam melakukan kloning adalah (1) tuntutan waktu; (2) perkembangan teknologi; (3) kuota artikel yang banyak; (4) solidaritas antar jurnalis; (5) rasa jenuh dan malas; (6) efisiensi dalam menghubungi narasumber, dan (7) takut akan dijauhi di lapangan. Sedangkan kesadaran praktisnya adalah mereka merasa bahwa kloning merupakan hal yang wajar dan sudah menjadi budaya sehingga harus diikuti. .