Daftar Isi:
  • Oleh: Riska Andriani Sexy Killers, salah satu film dokumenter produksi Watchdoc yang bercerita tentang perjalanan dan dampak batu bara dari pertambangan hingga digunakan PLTU untuk memproduksi listrik yang digunakan oleh masyarakat Indonesia. Selain itu, terdapat beberapa pengusaha dan aktor politik yang memiliki saham di beberapa perusahaan PLTU. Distribusi film ini menggunakan YouTube dan sempat menjadi bahan pembicaraan di berbagai jejaring sosial. Banyak masyarakat yang mengatakan bahwa Sexy Killers mengajak mereka untuk melakukan golput saat Pilpres 2019. Selain itu, banyak kalangan terutama mahasiswa dan aktivis yang sempat melakukan nonton bareng (nobar) yang dilakukan di beberapa lokasi di Indonesia. Generasi milenial yang dekat dengan teknologi dan jejaring sosial membuat Sexy Killers mudah untuk diakses oleh para milenial. Kedekatan generasi milenial dengan teknologi dan internet ini juga membuat mereka lebih aktif dalam menerima pandangan baru salah satunya pesan dari film Sexy Killers. Peneliti ingin melihat bagaimana milenial menerima dan memaknai pesan dari Sexy Killers. Pemaknaan ini akan dilihat menggunakan metode studi resepsi oleh Stuart Hall dengan konsep utama yaitu encoding-decoding. Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi pembuatan dan penerimaan pesan dalam masing-masing individu yaitu frameworks of knowledge, relations of production, dan technical infrastructure. Penelitian ini juga mencoba untuk mencari tahu apakah ketiga faktor tersebut membawa pengaruh pada pemaknaan yang dilakukan oleh audiens. Nantinya, pemaknaan audiens dibandingkan dengan pesan dari film Sexy Killers dan dikategorikan ke tiga kategori yaitu dominan, negosiasi, dan oposisi. Peneliti mewawancarai 6 narasumber yang telah menonton film ini dan Ari Trismana sebagai produser dari Sexy Killers untuk mengetahui pesan yang ingin disampaikan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari ketiga faktor yang ada, frameworks of knowledge membawa pengaruh yang cukup besar dalam pemaknaan yang dilakukan oleh audiens. Dari 6 narasumber terdapat 3 milenial yang masuk ke dalam kategori dominan, 2 milenial dalam kategori negosiasi, dan 1 milenial yang masuk ke dalam kategori oposisi.