Marital rape (perkosaan dalam perkawinan) ditinjau dari perspektif hukum islam dan hukum positif Indonesia (studi putusan Pengadilan Negeri Bangil No. 912/Pid/B/2011/PN.Bgl)

Main Author: Muhammad Yunus
Format: Bachelors
Terbitan: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Daftar Isi:
  • Permasalahan utama dalam skripsi ini adalah pemaksaan hubungan seksual bagi suami terhadap istri menurut hukum Islam dan hukum positif di Indonesia dalam putusan Pengadilan Negeri Bangil No. 912/Pid/B/2011/PN.Bgl. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan metode penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Yang membandingkan antara hukum Islam dengan hukum Positif tentang marital rape. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Dalam hukum Islam, hak dan kewajiban antara suami dan istri adalah seimbang. Suami berkewajiban memberikan nafkah kepada istri, sedangkan istri wajib taat dan patuh kepada suami. Kepatuhan istri kepada suami yang paling asasi adalah menyangkut hubungan seksual (hubungan badan). Selama tidak ada uzur syar?i seperti datang bulan (haid) atau sedang berpuasa Ramadhan, istri tidak boleh menolak ajakan suami untuk berhubungan badan. Dan sudah di jelaskan dalam al-quran surat an-nisa ayat 19 untuk mempergauli istri dengan cara yang makruf. Dengan demikian, menurut hukum Islam pelaku tindak pidana kekerasan seksual terhadap istri dapat dikenakan sanksi ta?zir, yang belum ditentukan hukumnya oleh syara? dan wewenang untuk menetapkan hukumnya diserahkan kepada ulil amri atau hakim. Dan dalam hukum positif, Majelis hakim dalam putusannya memutuskan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kekerasan seksual dalam rumah tangga yang tercantum dalam Pasal 46 UU No. 23 tahun 2004. Pertimbangan putusan hakim dalam Pengadilan Negeri Bangil No. 912/Pid/B/2011/PN.Bgl tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana kekerasan seksual dalam rumah tangga, adalah menggunakan pasal 46 UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga sebagai tuntutan primair dan pasal 44 ayat (1) dan ayat (4) UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga sebagai tuntutan subsidair.