Analisis normatif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dan implikasi hukum terhadap operasioanal Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) di Wilayah Kabupaten Bogor

Main Author: Indri Syahfitri
Format: Bachelors
Terbitan: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Daftar Isi:
  • Berdasarkan data statistik yang diperoleh dari OJK Mei 2017 s/d Februari 2018, jumlah industri syariah yang tercatat sebanyak 18 unit dengan aset 71,12 Miliar, selanjutnya terlihat pada Februari 2018 jumlah industri syariah sebanyak 36 unit dengan aset 116 Miliar. Jika dianalisis dalam jangka waktu 10 bulan LKMS memiliki perkembangan walau dirasa aset LKMS tidak sebanding dengan banyaknya unit LKMS yang berdiri. Adapun peraturan terkait BMT sebagai LKMS diantaranya Undang-Undang No No 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang No 17 Tahun 2012 yang selanjutnya dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi yang pada akhirnya dikembalikan lagi pada UU No 25 Tahun 1992, Undang-Undang No 21 Tahun 2011 tentang OJK, Undang-Undang No 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro dan peraturan lainnya yang tidak secara jelas disebutkan. Studi ini menggunakan normatif analisis dengan jenis penelitian kualitatif, sehingga adanya pengkajian terhadap unsur-unsur yang berhubungan melalui aspek legal formal terhadap lembaga dan data-data di lapangan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh UU No 1 Tahun 2013 tentang LKM terhadap Operasional BMT di Kabupaten Bogor serta Urgensi dibentuknya UU tersebut bagi Lembaga Keuangan Mikro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 53 koperasi yang terhimpun dalam puskopsyah 24 berjumlah aktif, yang terdiri dari13 berbentuk koperasi syariah dan 11 KSPPS (BMT) yang berdasarkan UU Perkoperasian No 25 Tahun 1992, Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1995 yang berisi tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi, PERMEN No 11/Per/M.KUKM/XII/2017 yang berisi tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh Koperasi. Para pemerhati memandang bahwa UU LKM hanya memberikan peluang dan pilihan untuk BMT dalam hal memilih badan hukum yang berkonsekuensi pada peraturan hukum yang bersangkutan di dalamnya. Akan tetapi sampai dengan saat ini BMT tidak serta merta sepenuhnya sesuai menurut UU LKM, secara operasional BMT mengikuti pola koperasi berdasarkan Kewenangan Kementrian Koperasi. Adapun secara prinsip, kelembagaan dan tujuan sudah sesuai dengan UU LKM. Berdasarkan data statistik yang diperoleh dari OJK Mei 2017 s/d Februari 2018, jumlah industri syariah yang tercatat sebanyak 18 unit dengan aset 71,12 Miliar, selanjutnya terlihat pada Februari 2018 jumlah industri syariah sebanyak 36 unit dengan aset 116 Miliar. Jika dianalisis dalam jangka waktu 10 bulan LKMS memiliki perkembangan walau dirasa aset LKMS tidak sebanding dengan banyaknya unit LKMS yang berdiri. Adapun peraturan terkait BMT sebagai LKMS diantaranya Undang-Undang No No 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang No 17 Tahun 2012 yang selanjutnya dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi yang pada akhirnya dikembalikan lagi pada UU No 25 Tahun 1992, Undang-Undang No 21 Tahun 2011 tentang OJK, Undang-Undang No 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro dan peraturan lainnya yang tidak secara jelas disebutkan. Studi ini menggunakan normatif analisis dengan jenis penelitian kualitatif, sehingga adanya pengkajian terhadap unsur-unsur yang berhubungan melalui aspek legal formal terhadap lembaga dan data-data di lapangan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh UU No 1 Tahun 2013 tentang LKM terhadap Operasional BMT di Kabupaten Bogor serta Urgensi dibentuknya UU tersebut bagi Lembaga Keuangan Mikro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 53 koperasi yang terhimpun dalam puskopsyah 24 berjumlah aktif, yang terdiri dari13 berbentuk koperasi syariah dan 11 KSPPS (BMT) yang berdasarkan UU Perkoperasian No 25 Tahun 1992, Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1995 yang berisi tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi, PERMEN No 11/Per/M.KUKM/XII/2017 yang berisi tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh Koperasi. Para pemerhati memandang bahwa UU LKM hanya memberikan peluang dan pilihan untuk BMT dalam hal memilih badan hukum yang berkonsekuensi pada peraturan hukum yang bersangkutan di dalamnya. Akan tetapi sampai dengan saat ini BMT tidak serta merta sepenuhnya sesuai menurut UU LKM, secara operasional BMT mengikuti pola koperasi berdasarkan Kewenangan Kementrian Koperasi. Adapun secara prinsip, kelembagaan dan tujuan sudah sesuai dengan UU LKM.