Daftar Isi:
  • Masyarakat terbagi kedalam lapisan-lapisan sesuai kepemilikan, prestise, pendidikan, dan kekuasaan. Lapisan-lapisan ini muncul adanya kepentingan fungsional dan kekurangan yang relatif. Lapisan-lapisan ini diperlukan dan dikehendaki oleh suatu masyarakat yang berorientasi pada kemajuan, tetapi ada dengan sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Tujuan penelitian ini mendeskripsikan stratifikasi sosial pada petani kelapa sawit di Jorong Tamiang Ampalu Nagari Parik Kecamatan Koto Balingka Kabupaten Pasaman Barat. Teori yang digunakan adalah teori Struktural Fungsional yang dikembangkan oleh Kengsley Davis dan Wilbert Moore. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif tipe deskriptif. Teknik pemilihan informansi dilakukan dengan cara purposive sampling dengan jumlah informan 17orang. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi non partisipan, wawancara mendalam dan studi dokumen. Kemudian yang menjadi unit analisisnya adalah kelompok. Analisis data yang dilakukan menggunakan model interaktif dikembangkan oleh Milles dan Huberman. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan stratifikasi sosial dalam masyarakat Jorong Tamiang Ampalu Dapat dilihat dari, 1) Luas lahan petani kelapa sawit yaitu masyarakat yang memiliki luas lahan perkebunan ≤ 8 Ha maka petani tersebut berada pada kelas bawah dalam kepemilikan lahan perkebunan kelapa sawit, ≥ 8 Ha sampai 11 Ha maka petani tersebut berada pada kelas menengah, sedangkan petani yang memiliki luas lahan ≥ 11 Ha maka petani tersebut berada pada kelas atas. 2). Penghasilan petani kelapa sawit Rp. 400.000,00 sampai Rp. 3.500.000,00 maka petani kelapa sawit ini berada pada kelas bawah, pendapatan yang berkisar antara Rp. 3.500.000,00 sampai Rp.5.000.000,00 maka petani kelapa sawit ini berada pada kelas menengah, sedangkan masyarakat yang memiliki pendapatan yang berkisar antara Rp.5.000.000,00 sampai Rp. 15.000.000,00 maka petani kelapa sawit ini berada pada kelas atas. 3). Pengeluaran antara petani sawit berbeda, semakin tinggi penghasilan serta luas lahan petani sawit semakin banyak pengeluaran petani sawit tersebut. 4). Pendidikan dan pengetahuan petani sawit berbeda dimulai dari tingkat SMP, SMA, Diploma dan Sarjana. 5). Kedudukan yang di peroleh dalam masyarakat Jorong Tamiang Ampalu berbeda-beda, apabila anggota masyarakat memiliki lahan perkebunan kelapa sawit yang luas dan penghasilan yang tinggi maka pemilik perkebunan kelapa sawit ini di angkat menjadi tokoh masyarakat di Jorong Tamiang Ampalu, apabila lahan masyarakat sedikit dan hasil panen juga sedikit maka pemilik perkebunan kelapa sawit ini hanya sebagai anggota masyarakat serta Prestise yang diperoleh antara petani berbeda-beda, lebih tinggi penghasilan pemilik perkebunan kelapa sawit maka pemilik perkebunan kelapa sawit tersebut lebih dihargai oleh anggota masyarakat.