STUDI KASUS PENERTIBAN GARIS SEMPADAN BANGUNAN DI KOTA BENGKULU MENURUT PERATURAN KOTA BENGKULU NO 21 TAHUN 2003 TENTANG BANGUNAN

Main Authors: Wibawa, Herman, M., Yamani Komar, Jonny, Simamora
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2012
Subjects:
Online Access: http://repository.unib.ac.id/4524/1/Skripsi%20Herman%20Wibawa-2.pdf
http://repository.unib.ac.id/4524/
Daftar Isi:
  • Setiap bangunan gedung yang sedang dan akan didirikan di Kota Bengkulu harus memperhatikan semua ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kota Bengkulu Nomor 21 Tahun 2003 tentang Bangunan. Salah satu ketentuan yang diatur dalam Perda ini yaitu tentang batas Garis Sempadan Bangunan (GSB). Garis Sempadan Bangunan (GSB) merupakan batas garis bangunan yang terdapat di ruas kiri dan kanan jalan yang diukur terhadap poros (as) jalan. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan mengenai penerapan Peraturan Daerah Kota Bengkulu Nomor 21 Tahun 2003 tentang Bangunan, khususnya mengenai batas Garis Sempadan Bangunan (GSB). Jenis penelitian ini adalah penelitian empiris dengan metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat deskriptif dengan pendekatan penelitian kasus (case study). Adapun pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung dan wawancara. Metode yang digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh di lapangan yaitu metode analisis kualitatif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa : Pelaksanaan penertiban atas pelanggaran Garis Sempadan Bangunan (GSB) di Kota Bengkulu dilakukan dalam bentuk upaya represif yaitu dilakukan melalui peneguran secara lisan, peringatan secara tertulis sebanyak 3 (tiga) kali, dan terakhir eksekusi perobohan bangunan yang dilakukan oleh tim terpadu yang beranggotakan staf dari Dinas Tata Kota dan Pengawas Pembangunan, Kepolisian Resor (Polres), Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Kedua, kendala dalam penertiban atas pelanggaran Garis Sempadan Bangunan (GSB) di Kota Bengkulu dipengaruhi oleh kurangnya saranan dan fasilitas pendukung melaksanakan penertiban tersebut, tetapi itu salah, karena semua sarana dan fasilitas untuk melakukan eksekusi terhadap bangunan yang melanggar (penertiban yang dilakukan Dinas Tata Kota) merupakan tanggungan dari pihak yang melanggar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa masih kurangnya pengetahuan petugas Dinas Tata Kota dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengendali tata ruang kota yaitu dalam bentuk penertiban terhadap