PERJANJIAN BAGI HASIL ANTARA NAKIR’ (PENGGARAP) DENGAN PEMILIK KEBUN DALAM PENGELOLAAN KEBUN KELAPA DI DESA LINAU KECAMATAN MAJE KABUPATEN KAUR MENURUT HUKUM ISLAM
Main Authors: | MAWARTI, RISA, Slamet, Muljono, Adi, Bastian Salam |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Archive |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2020
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.unib.ac.id/20814/2/SKRIPSI%20OK.pdf http://repository.unib.ac.id/20814/ |
Daftar Isi:
- Perjanjian Bagi Hasil di Desa Linau Kecamatan Maje Kabupaten Kaur tidak sesuai dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil dan adanya beberapa masalah diantaranya yaitu Perjanjian yang di buat antara kedua belah pihak hanya dengan secara lisan. Penulis skripsi ini bertujuan : (1) Untuk menjelaskan lebih jelas tentang Perjanjian bagi hasil antara Nakir’ (Penggarap) Dengan Pemilik Kebun Dalam Pengelolaan Kebun Kelapa Di Desa Linau Kecamatan Maje Kabupaten Kaur, (2) Untuk menjelaskan pandangan Hukum Islam terhadap Perjanjian Bagi Hasil antara Nakir’ (Penggarap) Dengan Pemilik Kebun Dalam Pengelolaan Kebun Kelapa Di Desa Linau Kecamatan Maje Kabupaten Kaur. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian empiris. Lokasi penelitian di Desa Linau Kecamatan Maje Kabupaten Kaur. Data yang dikumpulkan melalui data primer (wawancara mendalam). Selain itu digunakan pula beberapa Data untuk menunjang kelengkapan dan kedalaman informasi yang dibutuhkan. Hasil dari penelitian yang diperoleh selama melakukan penelitian ini adalah: (1) Perjanjian bagi hasil kebun kelapa di Daerah ini dilakukan tidak tertulis dengan pembagian masing-masing pemilik kebun dan penggarap kebun bagi hasil ini adalah delapan buah kelapa yang digarap maka 2 buah kelapa untuk milik penggarap, dan untuk upah menjaga dan membersihkan nya sampai pasca panen, penggarap di upah satu juta setiap bulan. (2) pandangan Hukum Islam terhadap Perjanjian Bagi Hasil antara Nakir’ (Penggarap) dengan pemilik kebun dalam pengelolaan kebun kelapa di Desa Linau Kecamatan Maje Kabupaten Kaur bertentangan dengan hukum Islam karena apapun bentuk dari suatu perjanjian harus lah ada hitam diatas putih, atau secara tertulis, dan tidak kalah pentingnya dalam pelaksanaan perjanjian, baik dalam perjanjian usaha maupun perjanjian yang lainnya untuk menjaga silaturahim dan kepercayaan antara kedua belah pihak maka harus dilakukan dengan perjanjian secara tertulis dan juga untuk menjaga agar tidak ada kesalah pahaman antara kedua belah pihak.