PENAMPILAN LIMA GENOTIPE KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) DENGAN SISTEM BUDIDAYA KERING DAN JENUH AIR PADA TANAH ULTISOL
Main Authors: | Apsari, Mona Henda, Hesti, Pujiwati, Dotti, Suryati |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Archive |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2019
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.unib.ac.id/20184/1/Skripsi%20Mona%20Henda%20Apsari.pdf http://repository.unib.ac.id/20184/ |
Daftar Isi:
- Kedelai merupakan komoditi tanaman penting yang dibutuhkan baik sebagai tanaman pangan maupun sebagai olahan produksi seperti kecap, tempe, tahu dan lainnya. Jumlah penduduk yang semakin meningkat juga berdampak pada peningkatan kebutuhan kedelai yang tidak diimbangi dengan ketersediaan kedelai yang cukup. Produksi kedelai dari tahun ketahun mengalami penurunan, hal ini disebabkan berkurangnya lahan budidaya kedelai yang telah beralih fungsi menjadi lahan pemukiman. Pemanfaatan lahan Ultisol menjadi salah satu upaya ekstensifikasi dalam peningkatan produksi kedelai. Lahan Ultisol menempati areal terluas di Indonesia yakni sebesar 59,9 juta ha. Di provinsi Bengkulu luas lahan Ultisol mencapai 706.000 ha atau 35,7% dari luas Provinsi Bengkulu yakni 1.978.870 ha. Pemanfaatan lahan Ultisol sebagai lahan budidaya kedelai memiliki berbagai kendala karena kesuburan tanah yang rendah. Penggunaan kultivar unggul dengan teknologi budidaya yang sesuai kondisi tersebut dapat digunakan sebagai metode yang mampu mengubah tantangan menjadi peluang. Penggunaan varietas kedelai unggul merupakan salah satu faktor keberhasilan budidaya tanaman kedelai. Varietas berperan penting dalam produksi kedelai, untuk mencapai hasil yang tinggi sangat ditentukan oleh potensi genetiknya. Potensi hasil yang tinggi dari varietas unggul tidak dapat tercapai apabila pengelolaan sistem budidayanya tidak dilakukan dengan tepat. Budidaya kedelai di lahan Ultisol dapat dilakukan dengan sistem budidaya kering dan jenuh air. Budidaya kering adalah sistem budidaya yang umum dilakukan para petani pada lahan kering. Lahan yang memiliki kandungan air rendah dan tidak memiliki sumber air yang pasti, pengairannya hanya mengandalkan sistem tadah hujan ataupun saat penyiraman. Sedangkan, budidaya jenuh air adalah budidaya dengan mempertahankan kedalaman muka air tanah dengan memberikan air terus-menerus pada parit-parit disekitar petak pertanaman sehingga lapisan di bawah perakaran menjadi jenuh air namun tidak tergenang. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan interaksi antara genotipe kedelai dengan sistem budidaya pada tanah Ultisol, menentukan sistem budidaya yang tepat bagi tanaman kedelai dan menentukan genotipe kedelai unggul baik pada sistem budidaya kering maupun budidaya jenuh air. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Laboratorium Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu pada bulan Juli sampai November 2018, menggunakan Rancangan Acak Lengkap 2 Faktor perlakuan dengan 3 ulangan. Faktor pertama yang digunakan adalah 5 genotipe kedelai yang terdiri dari genotipe 13 ED, 19 BE, 25 EC, Devon 1, dan Dena 1. Faktor kedua adalah sistem budidaya kedelai yang terdiri dari 2 sistem budidaya yakni budidaya kering dan jenuh air. Hasil penelitian menunjukkan interaksi antara genotipe dengan sistem budidaya jenuh air menghasilkan tanaman tertinggi pada genotipe 13 ED. Sistem budidaya jenuh air meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai dibandingkan dengan sistem budidaya kering. Genotipe 25 EC dan 13 ED menghasilkan jumlah bintil akar dan jumlah polong yang lebih banyak seta bobot biji lebih tinggi baik pada sistem budidaya kering maupun jenuh air.