KEWENANGAN CAMAT DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

Main Authors: Ruibiatun, Ruibiatun, Juanda, Juanda, Amancik, Amancik
Format: Thesis NonPeerReviewed Archive
Bahasa: eng
Terbitan: , 2018
Subjects:
Online Access: http://repository.unib.ac.id/18593/1/TESIS.pdf
http://repository.unib.ac.id/18593/
Daftar Isi:
  • Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui kewenangan Camat Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah dan untuk mengetahui hambatan normatif yang timbul terhadap pelaksanaan kewenangan Camat berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Penelitian ini tergolong kedalam penelitian hukum normatif. Penelitian ini memiliki dua rumusan masalah yakni ingin mencari tahu bagaimana kewenangan Camat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 dan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014. Dan bagaimana hambatan normatif yang timbul terhadap pelaksanaan kewenangan Camat berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Didalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian yuridis normatif, penelitian ini mengkaji bahan hukum yang terkait dengan permasalan penelitian, yaitu norma hukum dan asas hukum yang berlaku. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa Camat mempunyai kewenangan yaitu kewenangan berasal dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang diatur dalam Pasal 225 ayat (1), dan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2018 tentang Kecamatan, yang disebutkan dalam Pasal 10 sampai dengan Pasal 11. Kemudian kewenangan Camat yang kedua adalah wewenang yang diberikan biasanya antara organ pemerintah satu dengan organ pemerintah lain, dan biasanya pihak pemberi wewenang memiliki kedudukan lebih tinggi dari pihak yang diberikan wewenang, diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam Pasal 226 ayat (2) dan Peraturan pemerintah Nomor 17 Tahun 2018, yang diatur dalam Pasal 12. Dalam hal arus pendelegasian kewenangan dari bupati kepada Camat, maka camat bertanggungjawab kepada bupati atas kewenangan yang dijalankan.. Hambatan-hambatan normatif terhadap kewenangan Camat dalam pelaksanaan otonomi daerah, yaitu dalam hal: Perubahan kedudukan Camat, yang membawa dampak pada kewenangan yang harus dijalankan Camat. Berkurangnya kewenangan Camat, mengenai kewenangan atribusi yang dulunya dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok Pemerintahan di Daerah Camat menjalankan urusan vii 8 pemerintahan umum yaitu: “urusan pemerintahan yang meliputi bidang-bidang ketentraman dan ketertiban, politik, koordinasi, pengawasan dan urusan pemerintahan lainnya yang tidak termasuk dalam tugas sesuatu Instansi dan tidak termasuk urusan rumah tangga Daerah”. Urusan pemerintahan umum ini diselenggarakan oleh setiap kepala wilayah pada setiap tingkatan sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dalam rangka melaksanakan asas dekonsentrasi. Tetapi sekarang hanya menjalankan tugas umum pemerintahan yang meliputi: kewenangan melakukan koordinasi yang meliputi lima bidang kegiatan, kewenangan melakukan pembinaan serta kewenangan melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. Perubahan status camat dari kepala wilayah menjadi perangkat daerah dengan fungsi utama menangani urusan otonomi daerah yang dilimpahkan, serta menyelenggarakan tugas umum pemerintahan ini, ternyata membawa perubahan yang fundamental bagi Camat dan institusi kecamatan itu sendiri. Dan perubahan status Camat dari kepala wilayah menjadi perangkat daerah membawa perubahan juga terhadap hubungan Camat dengan Kepala Desa. Saat ini secara struktural setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Camat tidak lagi sebagai atasan, dan sebaliknya Kepala Desa juga bukan sebagai bawahan Camat. Camat merupakan mitra kerja Kepala Desa, dimana hubungan antara Camat dan Kepala Desa merupakan hubungan koordinatif. Hubungan Camat dengan instansi vertikal dan kelurahan adalah hubungan koordinatif dan fasilitatif. Hal inilah yang menyebabkan hambatan normatif terhadap kewenangan yang dijalankan Camat. Sebenarnya, sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Camat merupakan koordinator di wilayah kecamatannya. Namun dalam prakteknya koordinasi tetap saja sulit dilakukan. Baik Lurah maupun aparatur dinas teknis merasa bahwa Camat bukan atasan mereka, sehingga mereka bisa tidak menaatinya.