DELIK HARTA BENDA MENURUT HUKUM ADAT SERAWAI DI KABUPATEN BENGKULU TENGAH
Main Authors: | Sri Marsella, Winarni, Herlambang, Herlambang, Susi, Ramadhani |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Archive |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.unib.ac.id/18164/1/Skripsi%20Winarni%20Sri%20Marsella.pdf http://repository.unib.ac.id/18164/ |
Daftar Isi:
- Penyelesaian kejahatan terhadap harta benda sudah diatur dalam KUHP akan tetapi masyarakat adat Serawai di Kabupaten Bengkulu Tengah masih menggunakan hukum adat dalam menyelesaikan delik ini, yaitu dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak melalui peradilan adat. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui bentuk-bentuk delik harta benda menurut hukum adat Serawai dan untuk mengetahui proses penyelesaian delik adat harta benda menurut hukum adat Serawai di Kabupaten Bengkulu Tengah. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jenis penelitian deskriptif dan pendekatan hukum empiris serta teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam meliputi data primer dan data sekunder. Hasil penelitian penulis yaitu: bentuk-bentuk delik harta benda menurut hukum adat Serawai yaitu: Maling, Ngeremet, Njarah, Nyamun, Kemboong, Mungkir janji, Terpergus. Proses penyelesaian delik harta benda menurut adat Serawai di Kabupaten Bengkulu Tengah yaitu: berdasarakan pelaporan dari korban kepada kepala desa, selanjutnya kepala desa menindak lanjuti laporan tersebut dengan menghubungi fungsionaris adat dan perangkat desa untuk segera diadakan sidang adat penyelesaian delik harta benda. Dalam proses penyelesaian delik harta benda korban dan pelaku serta keluarganya harus menghadiri sidang adat yang diadakan ketua adat. Ketua adat menanyakan duduk perkara kepada kepala desa, kepada pelaku dan korban serta saksi-saksi. Setelah mendengarkan keterangan dari para pihak ketua adat menetapkan sanksi adat untuk pelaku. Sanksi adat berupa denda ganti kerugian dari korban dan permintaan maaf kepada korban, keluarga korban serta kepada fungsionaris adat dan perangkat desa. Lalu membuat surat perjanjian yang ditandatangani dan diketahui oleh kepala desa.