STUDI SENGKETA TANAH PT. PELABUHAN INDONESIA (PELINDO) II CABANG KOTA BENGKULU DENGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN SUMBER JAYA KECAMATAN KAMPUNG MELAYU KOTA BENGKULU

Main Authors: Mariyones, Tiodora, Emilia, Kontesa, Hamdani, Ma’akir
Format: Thesis NonPeerReviewed Archive
Bahasa: eng
Terbitan: , 2018
Subjects:
Online Access: http://repository.unib.ac.id/18148/1/SKRIPSI.pdf
http://repository.unib.ac.id/18148/
Daftar Isi:
  • Negara dapat memberikan tanah yang demikian itu kepada seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukkan dan keperluannya, misalnya Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atau memberikannya dalam pengelolaan kepada suatu badan penguasa (Departemen, Jawatan, dan Daerah Swantantra) untuk digunakan bagi pelaksanaan tugasnnya masing-masing, yang menjadi pengertian Hak Pengelolaan. Maksud dari Hak Pengelolaan itu sendiri, tanah yang bersangkutan selain digunakan untuk keperluan sendiri juga disediakan bagi penggunaan oleh pihak-pihak lain yang memerlukan (tanah terlantar). Dengan Hak Pengelolaan maka suatu instansi pemerintah atau BUMN dapat memberikan bagian-bagian Hak Pengelolaan kepada pihak lain melalui pemberian Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai dengan membayar uang pemasukan kepada instansi pemerintah atau BUMN tersebut sesuai dengan perjanjian yang mereka buat. Seperti halnya yang dilakukan oleh PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II Cabang Bengkulu, melalui BPN Kota Bengkulu dikeluarkannya sertipikat atas tanah negara sebagai Hak Pengelolaan aset negara. Namun ada beberapa kasus yang menjadikan suatu sengketa antara perusahaan dengan masyarakat yang sebelumnya telah menduduki tanah terlantar tersebut guna kehidupannya sehari-hari. Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini, untuk mengetahui faktor dan penyelesaian sengketa tanah tersebut. Dalam peneltian ini, penulis menggunakan penelitian empiris, dimana penulis mendapatkan data dengan melihat fakta yang ada dilapangan serta dengan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa masyarakat sebagai posisi terendah kurangnya paham terhadap hukum membutuhkan pemerintah sebagai tempat mediasi demi tercapainya kesejahteraan kehidupannya.