PENERAPAN PEMBUKTIAN TERBALIK SEIMBANG DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI PENGADILAN NEGERI BENGKULU
Main Authors: | EKONANDA, DWI, Herlambang, Herlambang, Herlita, Eryke |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Archive |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.unib.ac.id/17893/1/SKRIPSI%20DWI%20EKONANDA.pdf http://repository.unib.ac.id/17893/ |
Daftar Isi:
- Kasus korupsi di Kota Bengkulu dari tahun ketahun meningkat. Berdasarkan pra penelitian yang dilakukan, Pada empat tahun terakhir angka perkara korupsi yang tercatat di pengadilan negeri / PHI / Tipikor Kelas IA Bengkulu semakin bertambah setiap tahunnya. Pada tahun 2014 perkara masuk sebanyak 50 perkara,tahun 2015 perkara masuk meningkat sebanyak 81 perkara,tahun 2016 81 perkara, dan ditahun 2017 dari awal bulan januari sampai bulan oktober sebanyak 46 perkara masuk. Ketika korupsi menjadi kejahatan yang luar biasa, maka dibutuhkan pemberantasan korupsi dengan dan cara luar biasa pula. Dalam pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan menggunakan ketentuan-ketentuan yang ada dalam KUHP dinilai kurang memadai karena belum efektif atau diterapkan sepenuhnya. Salah satu upaya pemerintah untuk memberantas tindak pidana korupsi adalah dengan memasukan sistem pembuktian terbalik dalam Pasal 37 undang-undang nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dalam Pasal 37 dan 37A undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris dan sifat penelitian hukum ini adalah penelitian deskriptif. Hasil penelitian penulis: (1). Penerapan pembuktian terbalik dalam Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Bengkulu secara umum belum diterapkan sepenuhnya, karena dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi belum secara jelas dan konkrit diatur. (2). Hambatan dalam penerapan pembuktian terbalik pada tindak pidana korupsi di Pengadilan Negeri Bengkulu yaitu; Faktor Undang-undang dari pembuktian terbalik itu tidak diatur secara tegas dalam hukum sistem peradilan pidana, ketidakmampuan terdakwa atau tersangka untuk membuktikan harta kekayaan diduga hasil korupsi bukan hasil-hasil korupsi, dan faktor aparat penegak hukum yang belum maksimal menerapkan pembuktian terbalik, serta penyamaran harta kekayaan terdakwa hasil tindak pidana korupsi sulit untuk diungkap.