INSIDENSI SERANGAN HAMA PENGGEREK BATANG PADI KUNING (Scirpophaga incertulas WALKER) DANWERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata lugens STAL) DI DESA KEMUMU KECAMATAN ARMA JAYA

Main Authors: Cahyoko, Irma, Dwinardi, Apriyanto, Kanang, S. Hindarto
Format: Thesis NonPeerReviewed Archive
Bahasa: eng
Terbitan: , 2018
Subjects:
Online Access: http://repository.unib.ac.id/17544/1/Skripsi%20Irma%20Cahyoko.pdf
http://repository.unib.ac.id/17544/
Daftar Isi:
  • Penggerek batang padi kuning (Schirpophaga insertulas Walker) dan wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal) merupakan hama penting pada tanaman padi sawah yang sering menimbulkan kerusakkan berat, dan bahkan dapat menyebabkan gagal panen (puso). Penggunaan varietas unggul yang tahan terhadap penggerek batang padi kuning dan wereng batang coklat dapat mengurangi resiko kegagalan panen. Meskipun demikian, penanaman varietas unggul yang sama terus menerus pada hamparan yang luas menjadikan varietas yang tahan hama akan kehilangan sifat resistensinya. Informasi tentang status ketahanan varietas di suatu lokalitas sentra padi sangat diperlukan. Kebiasaan petani yang menanam varietas yang berbeda-beda dan dirotasi menurut waktu dapat mempertahankan varietas tahan hama lebih lama (tidak mudah terpatahkan oleh hama sasaran). Untuk mengetahui insidenasi hama di lokasi dengan sistem tanam multivarietas, penelitin lapangan dilakukan pada tiga varietas unggul baru yang ditanam pada petakan yang berdekatan sau sama lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat serangan penggerek batang padi kuning (PBPK) dan wereng batang coklat (WBC) pada tiga varietas tanaman padi di Desa Kemumu Kecamatan Arma Jaya, Kabupaten Bengkulu Utara. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2016 s/d Maret 2017 di Desa Kemumu, Kecamatan Arma Jaya, Bengkulu Utara pada pertanaman padi milik petani dengan tiga varietas yang berbeda, yaitu Mekongga, Cibogo dan Situ Bagendit. Petani pemilik melakukan pengendalian hama dengan menggunakan insektisida Klensect 200 EC (b.a. Permetrin) pada konsentrasi 0,6% (6 ml 1-1 l air + Dangke 40 WP (b.a Metomil 40%), pada konsentrasi 4 g l-1 l air. Alplikasi insektisids dilakukan sebanyak tiga kali pada 15, 30, 40 hari setelah tanam (HST). Petak pengamatan untuk masing-masing varietas ditentukan secara sengaja (purposive) yang letaknya saling berdekatan satu sama lain. Tanaman sampel pada masing- masing petak pengamatan ditentukan secara acak (random). Masing-masing petak pengamatan berukuran + 1 ha. Jumlah sampel tanaman yang diamati untuk masing-masing varietas adalah 30 rumpun, yang diambil pada jalur diagonal petak pengamatan. Pengamatan hama dilakukan secara langsung di lapangan pada tanaman sampel sekali setiap minggu, dimulai pada saat tanaman berumur 30 HST. Variabel yang diamati adalah insidensi hama, pertumbuhan dan produksi tanaman. Variabel insidensi hama meliputi jumlah dan persen anakan terserang PBPK, jumlah rumpun terserang WBC dan jumlah WBC per rumpun. Variabel pertumbuhan tanaman dan produksi meliputi tinggi tanaman, panjang malai, jumlah anakan per rumpun, jumlah bulir 10 bernas dan hampa, bobot gabah kering panen (GKP) 1000 bulir, bobot gabah kering giling ( GKG) 1000 bulir, bobot GKP per rumpun, dan hasil panen (GKP) per petak ubinan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa insidensi PBPK pada ketiga varietas padi termasuk rendah dan cenderung menurun dengan bertambahnya umur tanaman padi pada ketiga varietas. WBC tidak ditemukan pada semua waktu pengamatan. Jumlah anakan dan persentase anakan produktif terserang PBPK berbeda nyata antar varietas. Jumlah anakan (persentase) terserang PBPK secara berurutan untuk ketiga varietas adalah 1,87 (7,93%) untuk Mekongga, 2,1 (10,15%) untuk Cibogo dan 2,2 (10,58%) untuk Situ Bagendit. Jumlah telur dan larva PBPK tidak berbeda nyata antar varietas, masing-masing adalah 1,1 dan 1,2 untuk Mekongga, 1,2 dan 1,2 untuk Cibogo dan 1,3 dan 1,3 untuk Situ Bagendit. Jumlah bulir bernas dan jumlah bulir hampa per malai berbeda nyata antar ketiga varietas, masing-masing 107 dan 6,2 untuk Mekongga 94,3 dan 9,6 untuk Cibogo 92,6 dan 9,9 untuk Situ Bagendit. Bobot GKP per rumpun sangat nyata lebih inggi pada vaietas Mekongga (54,59 g) dibandingkan dengan Cibogo (45,74 g) dan Situ Bagendit (43.88 g), meskipun bobot GKP dan GKG 1000 bulir GKP berbeda tidak nyata, masing-masing 30,49 dan 25,8 g untuk Mekongga, 29,45 dan 25,76 untuk Cibogo dan 29,17 dan 24,94 untuk Situ Bagendit. Bobot GKP hasil ubinan nyata lebih tinggi pada varietas Mekongga (7.13 kg) dibandingkan dengan vaietas Cibogo (6.79kg) dan Situ Bagendit (6.66 kg) Hasil ini secara umum menunjukkan bahwa pola tanam yang dilakukan petani dengan menganekaragamkan varietas dan juga rotasi varietas mampu menekan insidensi hama di lapangan. Untuk melihat dalam jangka panjang pengaruh sistem tanam tanaman padi yang multivarietas menurut ruang dan waktu perlu dilakukan pengamatan terus- menerus dlam beberapa musim tanam atau tahun. Keunggulan sistem tanam seperti itu bila konsisten mampu menekan populasi hama perlu dipertahankan dan terapkan di semua sentra padi di Indonesia.