TRANSMISI HARGA MINYAK KELAPA SAWIT DI PROVINSI BENGKULU
Main Authors: | Septika, Dewi Debora S., Ketut, Sukiyono, Sriyoto, Sriyoto |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Archive |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2017
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.unib.ac.id/15440/1/SKRIPSI.pdf http://repository.unib.ac.id/15440/ |
Daftar Isi:
- Pembangunan Nasional suatu Negara kerap kali dititik beratkan terhadap sektor ekonomi disamping juga harus memperhatikan pembangunan di bidang yang lainnya.Adapun sector ekonomi yang dimaksud termasuk sector pertanian.Sektor pertanian terdiri dari beberapa subsektor yang diantaranya adalah subsector perkebunan. Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional, yaitu dalam perekonomian Indonesia karena berperan sebagai penyumbang pendapatan Negara. Komoditi yang berkontribusi besar dalam subsector perkebunan di Indonesia adalah usahatani Perkebunan Kelapa Sawit. Dalam hal ini posisi kelapa sawit adalah bahan dasar utama pembuatan CPO dan KPO.CPO merupakan salah satu produk ekspor andalan Indonesia.Adapun besaran produksi CPO sejajar dengan jumlah penjualan dan penawaran ekspor CPO, yangmana ketiga hal ini dipengaruhi oleh besaran harga yang berlaku atau diterima. Maka dapat dikatakan bahwa harga CPO mampu menggambarkan harga kelapa sawit meskipun berada di tingkat pasar yang berbeda. Respon harga antar pasar menunjukkan bagaimana kondisi transmisi harga pada tingkat pasar terjadi. Transmisi harga merupakan proses adanya perubahan harga di suatu pasar dan hal itu diteruskan dan direspon oleh pasar selanjutnya. Dalam kasus ini, transmisi yang dimaksud merupakan transmisi harga secara vertical yangmana berkaitan dengan integrasi pasar vertical dari sector hulu ke sector hilir (berada dalam satu supply chain) dimana komoditi kelapa sawit merupakan bahan produksi utama (cross product)bagi CPO yaitu salah satu produk ekspor di Indonesia. Kondisi transmisi harga ini akan memperlihatkan efisiensi integrasi pasar dalam hal pemasaran. Tujuan dari penelitian ini terdiri dari dua hal. Pertama, untuk mengetahui transmisi harga CPO yang terjadi dari pasar internasional ke pasar domestik, harga CPO pasar domestik ke harga minyak sawit di pasar lokal (Provinsi Bengkulu), harga kelapa sawit ditingkat pedagang pengumpul lokal ke tingkat petani lokal dan harga CPO di pasar internasional ke harga minyak kelapa sawit di pasar lokal (Provinsi Bengkulu). Kedua, untuk mengetahui lama waktu yang dibutuhkan agar harga CPO di pasar internasionalditransmisikan ke harga pasar domestik, harga CPO di tingkat pasar domestik ditransmisikan ke harga minyak sawit pasar lokal (Provinsi Bengkulu), harga kelapa sawit ditingkat pedagang pengumpul lokal ditransmisikan ke tingkat petani lokal dan harga CPO ditingkat pasar internasional ditransmisikan ke harga minyak sawit tingkat lokal (Provinsi Bengkulu). Jenis data yang digunakan adalah data sekunder (time series) selama 96 bulan, yaitu dari Januari 2007 sampai Mei 2017. Data yang dianalisis berupa data harga CPO dipasar internasional dan domestik serta harga TBS diprovinsi Bengkulu (tingkat pedagang pengumpul dan tingkat petani). Peneliti menggunakan model Ravalion (no seasonal) kemudian merujuk pada persamaan Gardner (2003) dengan menggunakan teknik estimasi OLS (Ordinary Least Square) menggunakan Shazam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa transmisi harga CPO dipasar Internasionaldomestik dan harga kelapa sawit ditingkat pedagang pengumpul lokal-petani lokal di Provinsi Bengkulu cenderung ditransmisikan secara langsung. Kemudian untuk harga CPO ditingkat pasar domestik-harga kelapa sawit ditingkat pedagang pengumpul local cenderung ditransmisikan dalam jangka panjang, adapun lama waktu transmisi yang dibutuhkan agar perubahan harga 5% tertransmisi yaitu 3.9 bulan. Sedangkan berdasarkan hasil estimasi, harga dunia tidak berpengaruh terhadap harga ditingkat petani