PEMANFAATAN LAHAN OLEH MASYARAKAT DALAM USULAN HUTAN KEMASYARAKATAN (HKM) KAWASAN HPT BUKIT BADAS DI DESA TALANG EMPAT KECAMATAN SELUMA UTARA KABUPATEN SELUMA

Main Authors: Kurniawan, Hanif, Gunggung, Senoaji, Siswahyono, Siswahyono
Format: Thesis NonPeerReviewed Archive
Bahasa: eng
Terbitan: , 2017
Subjects:
Online Access: http://repository.unib.ac.id/15009/1/skeripsi%20full.pdf
http://repository.unib.ac.id/15009/
Daftar Isi:
  • Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No.P37/Menhut-II/2007, hutan kemasyarakatan (HKm) merupakan hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditunjukan untuk masyarakat setempat. Penyelenggaraan hutan kemasyarakatan dimaksudkan untuk pengembangan kapasitas dan pemberian akses terhadap masyarakat setempat dalam mengelola hutan secara lestari guna menjamin ketersediaan lapangan kerja bagi masyarakat untuk memecahkan persoalan ekonomi dan sosial yang terjadi. HKm hanya diberlakukan di kawasan hutan lindung dan hutan produksi yang tidak dibebani hak atau izin dalam pemanfaatan hasil hutan dimana kawasan tersebut menjadi sumber mata pencaharian masyarakat. Agroforestri sebuah istilah kolektif dalam sistem dan teknologi penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu dengan tanaman pertanian dan hewan (ternak), pada waktu bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar komponen yang ada. Kecamatan Seluma Utara yang sebagian besar matapencahariannya adalah petani. Salah satu desa dikecamatan seluma utara yaitu Desa Talang Empat yang berada disekitar kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Bukit Badas, hampir seluruh masyarakatnya menggantungkan hidup dari hasil pertanian dan perkebunan. petani sebagian besar menerapkan sistem pertanian kebun campur (Agroforestri) dengan berbagai pola kombinasi tanaman penyusun yang biasanya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat pemilik lahan itu sendiri. Penelitian ini menerangkan proses perizinan HKm, pola pemanfaatan hutan dan berbagai bentuk sistem agroforestri, kalayakan beberapa bentuk agroforestri yang diusahakan oleh masyarakat serta model agroforestri yang palaing menguntungkan jika dilihat dari segi ekonomi dari beberapa bentuk agroforestri yang diusahakan oleh petani dengan menggunakan model agroforestri yang berbeda. Penelitian ini memakai dua metode dalam pengambilan data, yang pertama yaitu metode observasi untuk mengetahui sistem pemanfaatan lahan yang diterapkan oleh masyarakat, yang kedua merupakan metode analisis kelayakan usaha proyek dengan menggunakan perhitungan Net Percent Value, Benefit Cost Ratio dan Internal Rete Of Retrun. Variabel yang digunakan diperoleh langsung dari hasil perhitungan wawancara hasil wawancara dengan responden terpilih pada lokasi penelitian. Hasil observasi yang diperoleh pada tinggkat suku bunga 13 % menunjukan bahwa ke empat model agroforestri yang diusahakan oleh petani memberikan hasil Benefit Cost Ratio lebih dari 1 (BCR > 1) menunjukan bahwa pola pemanfaatan lahan tersebut layak untuk diusahakan (memberi keuntungan). Hasil penilaian kelayakan pengusahaan kebun Model I memberikan nilai NPV sebesar Rp.32.549.503,- ,dengan nilai BCR sebesar 1,45, kebun Model II dengan nilai NPV sebesar Rp.43.663.540,- ,dengan nilai BCR sebesar 1,72, kebun ketiga memiliki besaran NVP Rp.13.220.765 dengan BCR sebesar 1,36, sedangkan kebun keempat dengan NPV Rp.78.514.131 dengan BCR sebesar 2,82. Hasil perhitungan analisis menyatakan bahwa kebun model IV memiliki keuntungan lebih besar dibandingkan dengan ketiga kebun model agroforestri lainya dengan keuntungan sebesar Rp.78.514.131,- dengan tanaman utama berupa kopi monokultur yang dikombinasikan yang selanjutnya akan dikombinasikan dengan tanaman cengkeh. Nilai IRR pada kebun pertama yaitu 28,57% artinya pengusahaan kebun campur model I masih memberikan gambaran yang layak untuk diusahakan hingga tingkat suku bunga 28,57%, sedangkan untuk kebun campur kedua dan ketiga yang menerapkan sitem agroforestri kebun campur memiliki IRR masing-masing 27,25% dan 18,82% sehingga sampai pada tingkat suku bunga diatas pengusahaan kebun masih layak untuk diusahakan. Kebun keempat dapat diusahakan hingga tingkat suku bunga sebesar 36,21%. Berbagai macam faktor seperti keamanan, perawatan yang intensif serta kebudayaan masyarakat, menjadi hal yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan model agroforestri.