ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI (HPP) dan BREAK EVENT POINT (BEP) PRODUKSI CRUDE PALM OIL (CPO) PADA PT. SANDABI INDAH LESTARI DI KABUPATEN BENGKULU UTARA
Main Authors: | Ariyanti, Ika, Sumantri, Bambang, Sriyoto, Sriyoto |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Archive |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2017
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.unib.ac.id/14850/1/Skripsi%20Ika%20Ariyanti.pdf http://repository.unib.ac.id/14850/ |
Daftar Isi:
- Sub-sektor perkebunan merupakan sumber pendapatan bagi jutaan petani di Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan bagi masyarakat, sub-sektor perkebunan juga berperan sebagai penyumbang devisa negara, penyedia lapangan kerja, dan alat pemicu bagi pertumbuhan sentra ekonomi. Perkebunan kelapa sawit yang diusahakan di Indonesia ada tiga bentuk perkebunan yaitu perkebunan rakyat, perkebunan swasta, dan perkebunan negara. Perkebunan Kelapa sawit merupakan primadona perdagangan ekspor Indonesia pada sub-sektor perkebunan. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas agribisnis Indonesia yang memiliki daya saing di pasar Internasional. Tandan buah segar (TBS) merupakan bahan baku dalam industri pembuatan Crude Palm Oil (CPO). PT. SIL merupakan salah satu perusahaan swasta yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit. Perusahaan ini terletak di Desa Lubuk Banyau Kecamatan Padang Jaya Kabupaten Bengkulu Utara. Pada umumnya setiap perusahaan berorientasi pada profit/laba. Pencapaian laba yang maksimal diperoleh apabila perusahaan dapat meminimumkan harga pokok produksi (HPP). PT. SIL merupakan perusahaan pengolah CPO yang memiliki pabrik pengolahan dengan kapasitas 45 ton TBS/jam. Fluktuasi produksi terus terjadi karena adanya keterbatasan TBS sehingga penjualan pun menjadi tidak pasti. Agar perusahaan tetap memperoleh keuntungan maka perusahaaan harus memproduksi CPO dalam jumlah tertentu. Dengan demikian hasil penjualan CPO dapat menutupi sejumlah biaya produksi yang telah dikeluarkan oleh perusahaan dengan keuntungan sama dengan nol (0). Kondisi yang demikian dikenal dengan istilah break event point (BEP)/titik impas. Perhitungan HPP dan BEP sangat penting bagi setiap perusahaan, khususnya perusahaan manufaktur. Perhitungan nilai HPP dapat dijadikan sebagai acuan untuk memantau realisasi biaya produksi bagi pihak manajemen. Apabila perusahaan mengetahui jumlah produksi yang dapat memberikan kondisi BEP maka perusahaan bisa melakukan perencanaan laba yang diinginkan dengan memperkirakan penjualan. Hal ini dapat meminimumkan resiko kerugian bagi perusahaan. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 21 Desember 2015-21 Januari 2016. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung besarnya harga pokok produksi PT. Sandabi Indah Lestari dan tingkat produksi dan penerimaan yang memberikan kondisi impas bagi perusahaan. Harga pokok produksi dan break event point CPO yang dalam penelitian dihitung setiap tahunnya dari 6 periode produksi yaitu 6 tahun. Metode analisis yang digunakan adalah analisis kuantitif dan analisis kualitatif. Data yang digunakan di analisis menggunakan metode full costing karena data yang digunakan merupakan data sekunder dan telah melewati periode akuntansi. Berdasarkan hasil penelitian, harga pokok produksi CPO dari tahun 2009-2014 mengalami fluktuasi yang cukup tajam namun hasil penjualan CPO lebih tinggi dibandingkan dengan harga pokok produksi. Hal ini berarti bahwa perusahaan telah memperoleh laba dari aktivitas produksinya. Harga pokok produksi CPO dari tahun 20092014 secara berturut-turut yaitu Rp207.653.110.473, Rp314.264.706.313, Rp405.597.557.563 Rp321.702.119.499, Rp283.313.406.011 dan Rp285.504.883.886. Harga Pokok Produksi CPO/Kg selama tahun 2009-2014 secara berturut-turut yaitu Rp5.387/Kg, Rp7.119/Kg, Rp7.409/Kg, Rp7.076/Kg, Rp7.013/Kg dan Rp6.947/Kg. Hasil penjualan CPO selama tahun 2009-2014 secara berturut-turut yaitu Rp241.808.864.950, Rp415.923.798.208, Rp552.986.582.500, Rp405.093.039.633, Rp364.614.631.225 dan Rp343.205.000.000. Jumlah produksi dan hasil penjualan CPO PT. Sandabi Indah Lestari selama tahun 2009-2014 telah melampaui break event point/titik impas baik dalam unit ataupun rupiah, sehingga perusahaan memperoleh laba dari aktivitas produksi CPO. Jumlah produksi pada kondisi impas selama tahun 2009-2014 secara berturut-turut yaitu 4.729.849 Kg, 2.420.255 Kg, 2.604.673 Kg, 4.243.226 Kg, 4.641.560 Kg dan 7.000.764Kg. Jumlah penerimaan pada kondisi impas selama tahun 2009-2014 yaitu Rp29.669.045.587, Rp22.804.161.579, Rp26.311.041.697, Rp37.810.208.041, Rp41.893.608.452 dan Rp58.464.708.793.