INSIDENSI SERANGAN PENGGEREK BUAH KOPI (Hypothenemus hampei Ferrari) PADA KOPI ROBUSTA BERDASARKAN TINGGI TEMPAT YANG BERBEDA
Main Authors: | Anggraeny, Siska, Apriyanto, Dwinardi, Alnopri, Alnopri |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Archive |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2017
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.unib.ac.id/14490/1/Skripsi%20Siska%20Anggraeny%20E1J012034%20PDF.pdf http://repository.unib.ac.id/14490/ |
Daftar Isi:
- Kopi Robusta (Coffea canephora Pierre) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang berperan cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan penyumbang devisa Negara. Luas area kopi di Indonesia menempati urutan kedua terbesar setelah Brazil, namun hasil produksi Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan Negara tersebut. Salah satu penyebab rendahnya produksi kopi adalah hama dan penyakit. Hama yang menyerang buah kopi adalah PBKo (Hypothenemus hampei Ferrari). PBKo merupakan hama pada tanaman kopi yang menyebabkan kerugian secara nyata terhadap produksi kopi di Indonesia. Kehilangan hasil akibat serangan PBKo bervariasi tergantung kondisi pengelolaan tanaman. Pada pertanaman yang tidak dilakukan tindakan pengendalian serangan hama PBKo dapat mencapai 100%. Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui intensitas serangan pengerek buah kopi dilapangan, karena sejauh ini data (informasi) yang ada belum memadai untuk mengetahui apakah perbedaan ketinggian tempat mempengaruhi intensitas serangan hama PBKo dan dinamika populasi, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan intensitas serangan dan perkembangan PBKo pada ketinggian tempat yang berbeda yaitu di ketinggian berkisar 500 m dpl dan di ketinggian >1000 m dpl. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai Desember 2016 di Kabupaten Kepahiang yakni pada Kecamatan Kabawetan dan Kecamatan Tebat Karai. Pengamatan serangan PBKo dilakukan di Laboratorium Proteksi Tanaman Universitas Bengkulu. Pada Kecamatan Kabawetan dipilih Desa Bukit Sari dengan ketinggian tempat 1160 m dpl dan Kecamatan Tebat Karai desa Tebing Penyamun dengan ketinggian tempat 520 m dpl dengan luasan masing-masing ± 1Ha. Kedua kebun menggunakan tanaman asal sambung tunas. Tanaman sampel ditentukan secara acak (random) sebanyak 20 tanaman per petak pengamatan. Buah yang di ambil sebagai sampel dan diamati adalah buah dari 4 cabang, penentuan 4 cabang pada masing-masing bagian mengikuti arah mata angin. Pengamatan buah dimulai pada tanaman dengan umur buah ± 6 bulan (dari saat berbunga). Buah diamati setiap 10 hari sekali. Buah-buah yang berada pada cabang sampel diambil sebanyak 2 dompol dipetik dan dimasukan kedalam kantong plastik (diberi label nomor pohon sampel dan tangal pengambilan) dan dibawa ke Laboratorium Proteksi Tanaman untuk diamati serangan dan keberadaan PBKo. Semua buah sampel diamati dan dicatat ditentukan berdasarkan jumlah buah yang dipanen persampel. Sampel buah yang terserang dibuka dengan menggunakan cutter, diamati pengerek buah kopi yang ada (telur, larva, pupa dan imago) dicatat dan dihitung jumlahnya. Data presentae buah terserang dan jumlah PBKo masing-masing dianalisis menggunakan model uji t dua sampel, dengan program Statistik 9 versi free trial (http;//statistik. softwere.informer.com). Data jumlah buah yang rusak dan hamanya diplot berdasarkan waktu pengamatan untuk melihat perkembangan komulatif kerusakan dan kepadatan populasi kumbang PBKo per sampel selama pengamatan. Untuk bobot 100 kopi gelondong di dua lokasi pengamatan, masing-masing bobot 100 kopi gelondong dirataratakan, setelah itu bobot 100 kopi gelondong basah sehat - bobot 100 kopi gelondong basah terserang, bobot 100 kopi gelondong kering sehat - bobot 100 kopi gelondong kering terserang. Hasi penelitian menunjukan bahwa ketinggian tempat berpengaruh sangat sangat nyata terhadap insidensi dan jumah PBKo, serangan lebih tinggi pada ketinggian 520 m dpl yang mencapai 24,65 % di bandingkan di ketinggian 1160 m dpl 12,35 %. hal ini dikarenakan faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban di ketinggian 520 m dpl lebih mendukung perkembang optimal dari fase-fase tersebut dibandingkan faktor lingkungan di ketinggian 1160 m dpl. Perlu dilakukan penelitian lanjutan yang mencakup kondisi pada musim hujan, kemarau, dan keberadaan musuh alami agar diperoleh mentoring dini yang tepat untuk mengatasi serangan PBKo Kecamatan Kabawetan dan Kecamatan Tebat Karai.