KEABSAHAN MAHAR YANG DIPEROLEH DARI KELUARGA MEMPELAI WANITA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Main Authors: | GUSTI, UMMAINI KURNIA, Dahwal, Sirman, Bastian, Adi |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Archive |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2017
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.unib.ac.id/13351/1/skripsi%20nia.pdf http://repository.unib.ac.id/13351/ |
Daftar Isi:
- Pemberian mahar pada waktu pernikahan merupakan salah satu Syari’at Islam. Ulama sepakat untuk menyatakan bahwa dianjurkan agar mahar itu disederhanakan, agar tidak mempersulit bagi yang melaksanakan perkawinan. Di dalam karya tulis ini, penulis ingin mengemukakan tentang kajian terhadap Keabsahan Mahar Yang Diperoleh dari Calon Keluarga Mempelai Wanita Ditinjau dari Perspektif Hukum Islam. Baru-baru ini terjadi pernikahan dari salah satu artis di Indonesia yang bernama Stuart Collin dengan Risty Tagor, yang ketika akad nikah ternyata mahar yang disebutkan dalam akad nikah adalah mahar pemberian dari calon keluarga mempelai wanita bukan dari calon mempelai lakilaki. Dalam kasus ini sangat langkah terjadi, karena biasanya mahar adalah pemberian dari calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai wanita tetapi di dalam kasus ini yang terjadi malah sebaliknya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apabila mahar yang diberikan kepada mempelai wanita itu tidak berasal dari mempelai laki-laki atau keluarga laki-laki dan untuk mengetahui mahar yang diberikan oleh calon mempelai keluarga wanita itu dapat mempengaruhi sahnya perkawinan atau tidak. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan literatur dan beberapa narasumber yang penulis anggap perlu dan juga melalui wawancara, alim ulama dan pihak-pihak yang ada kaitan dengan penetapan mahar. Untuk mendapatkan data digunakan studi pustaka tentang mahar dan wawancara. Dengan demikian, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mahar harus diberikan dari calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai wanita dan pernikahan tetap sah apabila mahar yang diberikan berasal dari calon mempelai wanita, asalkan mahar tersebut menjadi hutang pihak calon mempelai laki-laki dan harus dilunasi. Penulis menganggap bahwa hal ini penting untuk diperhatikan, dan akhirnya penulis menyarankan dipandang perlu bagi masyarakat yang akan melaksanakan perkawinan untuk mempelajari lebih mendalam tentang mahar yang dicontohkan Rasulullah SAW.