Kawin Massal/Makandal Massal Studi Kasus Di Desa Songan A Dan B Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli

Main Authors: parsua, gede rai; Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar, Triyana, I Gusti Ngurah; Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
Other Authors: IHDN Denpasar
Format: Article info application/pdf eJournal
Bahasa: ind
Terbitan: Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar , 2020
Subjects:
Online Access: http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/GW/article/view/1212
http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/GW/article/view/1212/1100
Daftar Isi:
  • Perkawinan merupakan suka sama suka antara orang Pria dan Perempuan dengan di saksikan oleh tiga saksi yaitu Dewa saksi, Manusia saksi, Bhuta saksi. Perkawinan yang dilakukan di luar itu belum sah. Perkawinan yang paling sering terjadi di Bali adalah Perkawinan meminang (meminta) oleh pihak laki-laki kerumah perempuan. Biaya perkawinan dizaman modern ini lumayan besar menghabiskan uang apalagi istrinya dari jauh desa yang berbeda. Besarnya biaya tersebut dari pertama mesedek (memberitaukan kepihak wanita), meminang (mengambil), upacara perkawinan sampai resepsi. Besarnya biaya yang dihabiskan termasuk di Songan sehingga banyak melakukan tahapan Perkawinan satu tahapan saja. Tidak semua masyarakat yang melakukan upacara kawin massal di Songan. Yang melakukan upacara kawin massal di Songan hanya karena ada masalah saja. Penyebab adanya upacara kawin massal di Songan karena kawin lari, karena ada yang mengambi listri lebih dari satu, yang istrinya kedua, ketiga dan seterusnya di upacarai dengan kawin massal disamping itu juga ada yang karena belum tamat sekolah keburu kawin, karena keburu meninggal, karena ekonominya lemah. Berbagai macam fenomena ini khususnya yang keburu meninggal karena ekonomi lemah dan karena pada zaman dulu sering ada bencana, belum disetujui oleh orang tua yang perempuan sehingga sampai belum lengkap tahapan perkawinannya. Semua masyarakat Songan upacara perkawinannya dilakukan di Pura Desa. Tetapi sebelum ke Pura Desa terlebih dahulu dilakukan tahapan-tahapan. Tahapan yang pertama beakaon di rumah masing-masing. Tahapan selanjutnya seperti misalnya metipatbantalan (mendatangi rumah yang perempuan) bagi yang sudah meninggal biasanya dilakukan setelah diaben dengan mepiuning/nangiang Dewa Hyang untuk diiring diajak untuk kerumah perempuan dengan simbul pejati atau Daksina sebagaimana layaknya orang yang masih hidup dengan proses yang sama. Dari latar belakang tersebut dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut : Bagaimanakah Bentuk Perkawinan Massal Di Desa Songan, Kintamani, Bangli ?, Mengapa Perkawinan Massal di lakkukan di Songan, Kintamani, Bangli ?, Bagaimanakah Implikasi Perkawinan Massal Di Songan, Kintamani, Bangli ?. teori yang digunakan adalah teori fungsionalis struktural, teori fenomenologi dan teori perubahan sosial. Metode Penelitian ; Jenis dan Pendekatan Penelitian, Jenis dan Sumber Data. Metode Pengumpulan Data ; observasi langsung nonpartisifan, wawancara tidak berstruktur, Pustaka, pencatatan dokumen. Tehnik Analisis Datanya; Pengelompokan Data, Reduksi Data, Transformasi Data, Pengecekan Keabsahan temuan, Penyajian Data, Penyimpulan dan VerifikasiPerkawinan di Desa Songan ada yang melakukan Perkawinan/Makandal sendiri-sendiri atau non massal, dan ada yang melakukan Perkawinan Massal/Makandal Massal. Perkawinan massal maupun Perkawinan non massal di Songan dilakukan di Pura Bale Agung, semua masyarakat Songan melakukan Upacara Perkawinan di Pura Bale Agung baik massal maupun non massal. Idealnya sebuah perkawinan di Songan yaitu kalau sudah ada Tri Upasaksi (tiga saksi) yaitu Bhuta Saksi, Manusa Saksi, Dewa Saksi, maka Perkawinan menurut adat Songan tersebut Sah.Perkawinan Massal atau Makandal Massal dilakukan di Pura Desa/Pura Bale Agung Songan karena sudah turun temurun dan setelah Makandal Massal agar bisa memasuki Pura-pura yang ada di Songan. Selain itu Kawin Massal atau Makandal Massal dilakukan agar lebih efektif dan efisien karena jauh lebih hemat dibandingkan dengan non massalImplikasi Perkawinan Massal atau Makandal Massal di Songan membawa dampak yang sangat jelas dirasakan, semua masyarakat Songan kalau sudah kawin langsung otomatis ngayah, atau disebut Ngayahang Kurenan, Ngayahang Kurenan artinya begitu kawin langsung melaksanakan kewajiban membayar peturunan di desa adat, segala macam urunan atau biaya upacara di Pura maupun suka-duka langsung mereka kena peturunan baik itu orang tuanya masih hidup maupun orang tuanya sudah meninggal.