Kebijakan Publik bila Mencantumkan Aliran Kepercayaan dalam Admininistrasi Kependudukan sebagai
Main Author: | Siregar, Rospita Adelina |
---|---|
Other Authors: | Naibaho, Lamhot, Jura, Demsy |
Format: | BookSection PeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
UKI Press
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.uki.ac.id/842/1/Rospita.pdf http://repository.uki.ac.id/842/ |
Daftar Isi:
- Ragam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, terasa sangat majemuk dalam segala aspek, baik sosial maupun ekonomi. Faktor penyebabnya antara lain ialah kondisi alam dan kekayaannya yang amat beragam , dikelilingi banyaknya pegunugan, bukit dan luasnya lautan sesuai bila di sebut sebagai negeri sejuta pesona. Namun, didalam kebebasan menjalankan Sila Pertama atau mewujudkan kehidupan berkeTuhanan Yang Maha Esa, kebebasan itu belum nyata hingga saat ini. Sebagai contoh bagi masyarakat tertentu yang dalam tulisan ini disebut kelompok penganut aliran penghayat kepercayaan, mereka tidak mendapat pengakuan sebagaimana warga yang lain. Menjalankan upacara sesuai aliran kepercayaan yang di anut, berjalan sebagai kegiatan rutinitas hanya bagi kelompok penganutnya saja. Sedangkan keberadaan dalam hal kelembagaan, pengakuan dalam sebuah kebijakan pemerintah tidak ada, hingga sampai saat ini. Dijumpai ketidakadilan atau diskriminasi . Apabila kebijakan publik mengakui adanya ragam aliran penghayat kepercayaan, tentu ada pernyataan yang dituangkan dalam perundang-undangan. Dengan demikian penganut aliran ini resmi tercatat dalam database di Administrasi Kependudukan (Adminduk) . Alangkah Sukar untuk di terima, didalam era pasca reformasi ini, pemerintah belum melahirkan pengakuan bagi kelompok aliran penghayat kepercayaan, padahal setiap orang berhak bebas dari perlakuaan yang diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan tehadap perlakuan yang bersifat diskriminatir itu, sesuai dengan pasal 28 I ayat 2 dalam UUD 1945. Pada bagian Pembukaan UUD 1945 alinea III dinyatakan supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, jika belum diakui aliran penghayatan kepercayaan, sesungguhnya belum menjadi bangsa yang bebas. Di dukung dengan bagian dari UUD 1945 pada Pasal 28E ayat 2 berbunyi setiap orang berhak atas kebebasan menyakini kepercayaannya, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya. Kata kunci: aliran penghayatan kepercayaan, diskriminatif, hukum