Penerapan Model Pembelajaran Mind Mapping Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Kelas VIII SMP Negeri 12 Malang

Main Author: IMA ROSYIDA; Mahasiswa
Format: PeerReviewed eJournal
Bahasa: ind
Terbitan: SKRIPSI Prodi Pendidikan IPS - Fakultas Ilmu Sosial UM , 2016
Online Access: http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/Pend-IPS/article/view/51354
Daftar Isi:
  • ABSTRAK PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT MIGRAN BUGIS DI KECAMATAN BLIMBING KOTA MALANG Ani Rahmawati1 Siti Malikhah Towaf2 Sukamto3 I Nyoman Ruja4 Prodi Pendidikan IPS, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang Jl. Semarang No.5 Malang 65145 Telp. (0341) 585966 Laman: www.um.ac.id E_mail: Furukawa.annie95@gmail.com ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: 1) latar belakang masyarakat Bugis melakukan migrasi ke Kecamatan Blimbing; 2) Upaya Adaptasi dengan lingkungan baru; 3) bentuk-bentuk perubahan sosial budaya yang terjadi pada masyarakat Bugis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif, di mana pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa latar belakang masyarakat Bugis bermigrasi ke Kota Malang terdapat 3 alasan, yaitu mencari pekerjaan, mendapat tugas di Kota Malang, dan menuntut ilmu di perguruan tinggi di Kota Malang. Keputusan bermigrasi ke Kota Malang mendorong mereka untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di Kota ini sehingga mereka menetap di Kecamatan Blimbing Kota Malang. Pola kehidupan yang berbeda dengan daerah asal membuat mereka berusaha untuk bertahan dengan cara menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Dari penyesuaian tersebut akhirnya membuat orang Bugis mengalami berbagai perubahan. Kata Kunci: Perubahan Sosial Budaya, Migran Bugis, Kecamatan Blimbing. Migrasi merupakan fenomena yang sering dijumpai dalam masyarakat Indonesia. Migrasi dianggap sebagai salah satu pilihan masyarakat Indonesia untuk dapat meningkatkan standar kehidupan yang layak. Alasan orang melakukan migrasi karena terbatasnya pekerjaan di daerah asal dan kepemilikan lahan. Migran pada umumnya menuju ke daerah-daerah yang terdapat pembangunan ekonomi yang cukup tinggi seperti daerah perkotaan. Penduduk cenderung akan berpindah ke tempat yang menguntungkan dan memberikan kehidupan yang lebih layak untuk memperbaiki kehidupan ekonomi keluarganya dengan penghasilan yang diperolehnya di daerah tujuan. Salah satu suku bangsa yang melakukan migrasi adalah Suku Bugis. Suku Bugis merupakan suku yang mendiami Sulawesi Selatan. Kegiatan migrasi biasa disebut merantau oleh masyarakat Bugis. Masyarakat Bugis mengenal konsep siri’ yang merupakan salah satu faktor pendorong masyarakat Bugis melakukan migrasi. Migrasi ataumerantau merupakan cara untuk memperbaiki kehidupan dari segi ekonomi dalam meningkatkan status sosial dan menjaga konsep siri’ masyarakat Bugis. Menurut Mattulada (1993:279) Konsep Siri’ mengintegrasikan secara organis semua unsur pokok dari adat istiadat yang dianggap sakral (pannganderreng), dan meliputi banyak aspek dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan masyarakat Bugis. Siri’ merupakan suatu yang paling berharga dan patut untuk dipertahankan, karena siri’ adalah jiwa, harga diri dan martabat bagi setiap masyarakat Bugis. Daerah yang menjadi pilihan masyarakat Bugis untuk menetap adalah Kecamatan Blimbing yang merupakan wilayah administratif Kota Malang. Daya tarik Kecamatan ini adalahperkembangan yang begitu pesat ditandai dengan banyaknya pembangunan pusat bisnis dan pembaharuan berbagai infrastruktur untuk menunjang aktivitas kehidupan masyarakat. Penduduk di Kecamatan Blimbing mayoritas adalah Suku Jawa, sedangkan Suku Bugis adalah pendatang. Suku Bugis dengan suku Jawa melakukan interaksi yang memicu adanya perubahan sosial budaya. Perubahan tersebut terjadi pada masyarakat Bugis sebagai minoritas yang menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini berupaya untuk menjawab rumusan masalah berikut ini, yaitu: 1) bagaimana latar belakang masyarakat Bugis melakukan migrasi di Kecamatan Blimbing Kota Malang; 2) bagaimana upaya adaptasi masyarakat Bugis dengan masyarakat sekitar di Kecamatan Blimbing Kota Malang; 3) bagaimana bentuk-bentuk perubahan sosial budaya masyarakat Bugis di Kecamatan Blimbing Kota Malang. Penelitian ini juga mengacu pada salah satu mata kuliah S1 Pendidikan IPS yang mengkaji tentang perubahan sosial budaya. PendidikanIPS adalah pembelajaran terintegrasi dari ilmu-ilmu sosial. Menurut Trianto (2007:124) secara umum Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai disiplin ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini sangat erat kaitanya dengan materi-materi IPS khususnya materi perubahan sosial. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Kehadiran peneliti diperlukan dalam proses penelitian, dikarenakan peneliti berfungsi sebagai instrumen dan pengumpul data. Teknik pengambilan sampel menggunakan snowball dan purposive.Lokasi penelitian berada di Kecamatan Blimbing Kota Malang. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Unit analisis yang diteliti adalah masyarakat Bugis di Kecamatan Blimbing Kota Malang, dengan subjek penelitian adalah individu. Prosedur pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan meodel analisis interaktif dari Miles dan Huberman, yang terdiri dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan verifikasi (Miles & Huberman, 1992: 15-16). Pengecekan keabsahan temuan menggunakan triangualasi sumber dan triangulasi metode. Tahap-tahap penelitian yaitu, tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan penyusunan laporan penelitian. HASIL PENELITIAN Latar Belakang Melakukan Migrasi Menurut sejarah pada abad XV sekitar tahun (1667-1676) kehadiran orang Bugis-Makasar sangat terasa di Pulau Jawa terutama di daerah pesisir utara pulau Jawa, wilyah timur dan wilayah mataram (sekarang Yogyakarta) (Laoddang, 2015). Hal ini dibuktikan oleh adanya makam Karaeng Galesong IV yang merupakan orang Sulawesi Selatan yang berada di daerahNgantangKabupaten Malang. KedatanganKaraengGalesong IV keNgantang di latar belakangi adanya perjanjian antara pihak Belanda dengan Kerajaan Gowa. Perjanjian ini dinamakan Perjanjian Bungaya yang di tanda tangani oleh Admiral Cornelis J Speelman dari Belanda dan Sultan Hasanudin dari Gowa. Sejarah dari Karaeng Galesong IV membuktikan pernah ada kehidupan orang Bugis sebelumnya di daerah Malang dan menyebar ke berbagai daerah. Berbeda dengan masa sekarang, orang Bugis merantau ke Malang bukan lagi untuk melawan penjajahan Belanda, melainkan untuk memperbaiki kehidupan dan meningkatkan kesejahteraan. Orang Bugis yang berhasil di daerah tujuan dapat meningkatkan identitasnya di daerah asal dan dapat mempertahankan harga dirinya sebagai orang Bugis. Rahillah (2009:46) yang menyatakan salah satu pendorong utama orang Bugis pergi merantau adalah untuk memperbaiki kehidupan, karena dengan status ekonomi yang tinggi orang Bugis dapat meningkatkan identitasnya dan menegakkan harga dirinya. Sedangkan, aspek yang menarik orang Bugis menurut Kesuma (2004:52) adalah gambaran tentang daerah tujuan yang menawarkan kehidupan yang lebih baik, seringkali di negeri-negeri lain melakukan propaganda untuk menarik migran. Kota Malang menawarkan kesejahteraan yang layak untuk masyarakat, dapat dilihat dari pembangunan insfrastruktur, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan yang memadai, dan memberikan keamanan bagi setiap warganya. Latar belakang orang Bugis melakukan migrasi dikarenakan tiga hal yaitu: mencari pekerjaan, ditugaskan bekerja, dan menuntut ilmu ke perguruan tinggi di Malang. Setelah cukup lama berada di kota Malang, mereka memutuskan untuk menetap dan tinggal di Kecamatan Blimbing. Alasannya mereka menetap karena adanya rasa aman, ketersediaan lapangan pekerjaan, dan pemenuhan kebutuhan ekonomi yang relatif terjangkau dibandingkan di Sulawesi Selatan. Orang Bugis di Kecamatan Blimbing dapat dikatakan migration permanent, karena orang Bugis sudah dalam jangka waktu yang lama tinggal di Kecamatan Blimbing dan memiliki niat untuk menetap. Tetapi, Mereka sesekali pulang ke Sulawesi Selatan untuk menjaga tali silaturahim dengan keluarga dan kerabat di waktu libur seperti pada saat hari raya idul fitri. Menetap di daerah tujuan merupakan bentuk semangat dari malleke dapureng. Konsep malleke dapureng artinya memindahkan dapur. Menurut Kesuma (2004:30) maksud dari memindahkan dapur adalah perpindahan tempat yang disebabkan oleh suatu prinsip yang mendasar dan mengacu untuk mempertahankan tata nilai yang menjadi pandangan hidup masyarakat Bugis yang disebut dengan siri’. Semangat tersebut yang menjadikan orang Bugis menetap di Kecamatan Blimbing untuk mencari kesejahteraan hidup dan mempertahankan siri’. Jika seorang Bugis tidak sejahtera secara ekonomi, maka sama saja orang tersebut telah kehilangan siri’nya karena tidak mampu untuk mensejahterakan keluarganya yang ada di daerah asal maupun di daerah tujuan. Hal inilah yang mendorong seorang Bugis melakukan migrasi dengan prinsip memindahkan dapur yang artinya dengan mencari daerah tujuan untuk menetap dan mensejahterakan keluarganya. Adaptasi dalam Perbedaan Lingkungan Orang Bugis sebagai penduduk pendatang dengan jumlah yang minoritasdi Kecamatan Blimbing harus dapat beradaptasi dengan lingkungan sosial. Agar dapat menyesuaikan diri orang Bugis harus dapat memahami pola perilaku, gaya hidup, dan karakteristik dari orang Jawa khususnya di Kecamatan Blimbing. Pada awalnya melakukan penyesuaian terhadap lingkungan baru tidak mudah, namun penyesuaian tersebut harus tetap dilakukan karena merupakan cara beradaptasi orang Bugis agar mudahuntukditerima di lingkungansekitarnya. Perilakuadaptasi orang Bugis dijelaskan dalam teori AGIL. Teori AGIL yang dicetuskan oleh Talcot Parson terdapat empat hal yang dikaji, yaitu adaptation, goal attainment, integration,dan latern pattern maintenance (Wirawan, 2012: 52-53). Pertama adalah adaptation, di mana orang Bugis melakukan suatu upaya penyesuaian dengan cara beradaptasi dengan masyarakat sekitar. Cara-cara adaptasi orang Bugis dengan masyarakat sekitar dapat ditunjukkan dengan perilaku penyamaan bahasa. Bahasa yang sering digunakan yaitu dengan menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa Jawa digunakan bagi orang Bugis yang dapat mengkomunikasikan dengan baik. Kemudian adaptasi juga dilakukan dengan cara mengetahui dan menghargai nilai-nilai dan norma yang berlaku di dalam masyarakat sekitar. Kedua adalah goal attainment, di mana orang Bugis yang berada di Kecamatan Blimbing juga ingin mencapai tujuan tertentu. Terdapat beberapa tujuan mengapa orang Bugis menetap di Kecamatan Blimbing, diantaranya yaitu karena mencari kesejahteran, pekerjaan, pendidikan yang tinggi, dan kehidupan yang lebihlayak. Ketiga integration, di mana orang Bugis yang menetap di daerah Kecamatan Blimbing berusaha untuk menjadi masyarakat seperti masyaraka tsekitar pada umumnya. Hal ini ditunjukkan dengan perilaku saling berbaur berkumpul, berkomunikasi, dan saling bekerjasama dengan masyarakat sekitar. Keempat latern pattern maintenance, di mana hubungan orang Bugis dengan masyarakat sekitar di Kecamatan Blimbing menunjukan sikap saling manghargai dan monghormati satu sama lain, tetapi tidak menghilangkan pola laten yang ada di daerah asalnya. Bentuk-Bentuk Perubahan Sosial Budaya Penyesuaian yang dilakukan orang Bugis dapat menimbulkan suatu perubahan. Penyesuaian terjadi karena adanya perbedaan budaya, perilaku, bahasa dan adat-istiadat antara orang Bugis dengan orang Jawa. Penyesuaian dilakukan agar mempermudah proses interaksi dengan masyarakat lokal. Dalam proses penyesuaian tidak semua aspek mengalami perubahan. Orang Bugis masih tetap menjaga dan mempertahankan nilai-nilai yang ada di daerah asal. Perubahan sosial budaya yang terjadi pada orang Bugis di Kecamatan Blimbing Kota Malang dijelaskan dengan lima komponen. Menurut Williams (1970:25) cara yang efektif untuk dapat memahami kajian budaya yaitu dengan pengetahuan dan kepercayaan, teknologi, bahasa, nilai sosial dan norma sosial. Pengetahuan dan Kepercayaan Pengaruh masuknya Agama Islam ke Sulawesi Selatan dapat dilihat dari hampir seluruh masyarakatnya beragama Islam, termasuk Orang Bugis. Aspek kehidupan Orang Bugis di Kecamatan Blimbing dilandasi oleh ajaran Islam, seperti perilaku, adat-istiadat, nilai dan norma sosial. Pengetahuan adat Orang Bugis di Kecamatan Blimbing diperoleh dari Al-Quran dan Hadist yang juga merupakan pedoman seluruh muslim di dunia. Menurut Pelras (2006:211) La Ma’darammeng adalah Raja Bone’pada abad ke-17. Beliau memutuskan untuk menerapkan syariat Islam, melarang praktik-praktik takhayul, menghalau bissudari kerajaannya, dan memerdekakan budak. Berbeda dengan kepercayaan orang Bugis di Kecamatan Blimbing, mereka sudah tidak mempercayai hal-hal takhayul dan mitos karena tidak sesuai dengan ajaran Islam dan dianggap menyekutukan Tuhan. Jika kepercayaan tersebut masih dalam koridor-koridor Islam, maka kepercayaan tersebut tetap dipertahankan. Biasanya kepercayaan ini masih sering dilakukan oleh masyarakat tradisional Bugis di Sulawesi Selatan. Kepercayaan yang dipertahankan adalah sinkretisme esoterik. Menurut Pelras (2006:216)sinkretisme esotorik adalah ajaran aliran kepercayaan yang berasal dari periode awal Islamisasi, yang disebarkan melalui teks-teks yang sebagian besar lisan (meskipun ada beberapa yang tertulis) oleh para pengikutnya yang terdapat pada kalangan bangsawan Luwu’ atau dalam tradisi To-Lotang di Sindereng.Orang Bugis adalah muslim yang taat. Ketaatanya terhadap Tuhan dan kitab suci adalah sebuah bentuk dari Laten Pattern Maintenance. Walaupun orang Bugis berada di daerah rantau, mereka tetap menjaga ketaatannya. Menjadi seorang muslim adalah sebuah identitas dan kebanggaan tersendiri bagi orang Bugis. Bentuk ketaatan orang Bugis adalah dengan selalu mengikuti perintah dan menjauhi larangan Tuhan. Teknologi Perubahan juga dapat dilihat dari perkembangan di bidang teknologi. Manusia selalu memberikan inovasi-inovasi terbaru untuk menunjang kebutuhannya. Teknologi mampu mempermudah segala bentuk aktivitas manusia. Kemajuan teknologi yang paling sering digunakan oleh masyarakat adalah peralatan rumah tangga, alat transportasi, dan alat komunikasi. Menurut Pelras (2006:263) respon atau reaksi mereka kepada tuntutan zaman dapat mereka berikan dengan memanfaatkan perbekalan bendawi dan teknologi yang sudah mereka miliki dengan menciptakan sendiri atau dengan meminjam dari luar suatu inovasi yang mereka anggap sesuai atau yang dapat mereka sesuaikan. Semakin berkembangnya teknologi ini dikarenakan adanya inovasi dan disesuaikan dengan kebutuhan umat manusia. Alat komunikasi dan alat transportasi merupakan bentuk dari kemajuan teknologi yang merupakan sarana penting untuk menunjang aktivitas orang Bugis. Orang Bugis di Kecamatan Blimbing beranggapan bahwa teknologi dapat memberikan kemudahan. Mengikuti kemajuan teknologi merupakan bentuk dari adaptasi karena menyesuaikan perubahan zaman yang terus-menerus akan berkembang. Manfaat mengikuti perkembangan teknologi ini dapat membantu orang Bugis untuk mewujudkan tujuannya. Bahasa Bahasa merupakan unsur yang sangat penting. Dengan adanya bahasa, manusia dapat berkomunikasi satu sama lain. Masyarakat lokal Kecamatan Blimbing menggunakan Bahasa Jawa saat berkomunikasi. Bahasa Jawa adalah ciri khas dari suku Jawa. Menurut Ritzer (1979:53) “Language is also important because it reflacts the culture of a group of people the dominant feature of a culture often shape the large it self”. Sebagai pendatang, orang Bugis di Kecamatan Blimbing mempelajari Bahasa Jawa agar dapat memahami apa yang sedang dibicarakan dan mengurangi kesalahpahaman. Bagi Orang Bugis yang tidak dapat berbahasa Jawa, mereka menggunakan Bahasa Indonesia dalam berkomunikasi sehari-hari. Robertson (1977:70) mengemukakan bahwa bahasa memberikan akses untuk manusia dalam mengenali budaya lain melalui pengetahuan dan pengalaman. Bahasa Jawa memberikan akses untuk orang Bugis lebih mengenali budaya Jawa tentang bagaimana karakteristik dan pola perilaku orang Jawa. Untuk memahami karakteristik tersebut, orang Bugis juga harus mempelajari bahasa Jawa walau hanya bahasa yang sederhana. Kesulitan orang Bugis dalam komunikasi dapat diminimalisirkan.Beberapa orang Bugis mampu berbahasa Jawa dengan jelas dan benar, karena hal tersebut merupakan bentuk dari adaptasi dan integritas orang Bugis terhadap lingkungan sosialnya. Orang Bugis dapat menyesuaikan bahasa yang dimiliki masyarakat lokal, walaupun begitu logat orang Bugis masih terasa kental. Hal ini menunjukkan bahwa orang Bugis tetap mempertahankan logat dan sebagai identitas bahwa mereka adalah orang Bugis. Nilai Sosial Setiap orang Bugis yang berada di tanah rantau masih tetap mempertahankan nilai siri’ na passe. Hal tersebut merupakan bentuk laten dari daerah asal yang harus tetap di jaga. Jika siri’ ini hilang maka passe orang Bugis juga akan hilang, sehingga orang Bugis tidak memiliki martabat dan harga diri lagi. Menurut Amin dkk (2015:760-763)ideologi siri dan passe yaituada na gauk,Sipakatau, asseddingeng, danteppe. Sifat-sifat dalam konsep ideologi tersebutadalah: 1) ada na gauk adalah manifestasi dari karakter lempuk (jujur), matinulu (pekerja keras), getteng (tegas), mandiri, macca (cerdas) dan makacoa (murah hati); 2) ideologisipakatau diwujudkan dalam karakter Deceng (baik), marenreng perru (setia), dan sitinaja (tidak berat sebelah);3)Asseddingeng (kesatuan) adalah ideologi Bugis yang selalu ada dalam bentuk yang direpresentasikan dalam paseng karakter marenreng perru (setia), dan asseddi-seddingeng (gotong royong), 4) teppe (Pendirian yang Kuat), konsep kepercayaan masyarakat Bugis dibagi menjadi dua yaitu percaya diri terhadap Allah dan percaya terhadap diri sendiri. Sedangkan passe berarti ikut merasakan penderitaan orang lain, memiliki rasa empati yang mendalam kepada tetangga, kerabat atau kesesama anggota kelompok sosial (Pelras,2006:252). Berbuat baik, menolong tetangga yang sedang kesulitan, berperilaku baik, saling menghargai dan menghormati antar tetangga merupakan bentuk integritas yang dilakukan orang Bugis agar dapat hidup berdampingan di daerah tujuan.Selain itu,menurut Pelras (2006:253) passe berhubungan erat dengan identitas antara sesama orang Bugis. Saat berada di daerah lain, passe mendasari adanya identitas. Solidaritas yang dibangun orang Bugis untuk memperkokoh tali persaudaraan dengan masyarakat lokal dan orang Bugis. Solidaritas yang tinggi ditunjukkan dengan membuat sebuah komunitas yang ditujukan bagi orang Bugis, khususnya seluruh warga Sulawesi Selatan yang merantau di kota Malang. KKSS dan sebuah organisasi mahasiswa yaitu IKAMI cabang Sulawesi Selatan. KKSS dan IKAMI dibuat agar dapat menghimpun dan mempererat hubungan persaudaraan antar sesama warga dari Sulawesi Selatan di Kota Malang.Setiap nilai ideologi dari siri’ dan passe masih dipegang teguh oleh masyarakat Bugis di tanah rantau, hal tersebut juga tidak dapat dihilangkan. Mereka tetap menerapkan nila-nilai yang berada di daerah tujuan sebagai bentuk dari laten pattern maintenanceorang Bugis di Kecamatan Blimbing agar tetap diterima dengan baik oleh masyarakat lokal. Norma Sosial Setiap masyarakat memiliki norma yang digunakan sebagai pedoman untuk berperilaku dalam kehidupan bermasyarakat. Norma sendiri terbentuk dari nilai yang muncul dimasyarakat sekitar. Orang Bugis masih terikat oleh sistem norma dan aturan-aturan adatnya yang disebut panngaderreng.Norma tersebut sebagian masih tetap digunakan oleh masyarakat Bugis yang ada di Kecamatan Blimbing, namun tidak terlalu nampak. Hal ini disebabkan orang Bugis mengikuti aturan-aturan di Malang yang sudah terbentuk sejak lama. Orang Bugis memilih untuk mengikuti aturan-aturan yang ada di daerah tujuan, tetapi tidak menutup kemungkinan mereka masih menggunakan aturan-aturan jika kembali ke daerah asal. “Di mana bumi di pijak di situ langit di junjung” adalah sebuah pribahasa yang menjadi sebuah bentuk dari laten pattern maintenancedan integritas dari orang Bugis di Kecamatan Blimbing. Karena mereka sudah tinggal dan menetap di wilayah itu, maka orang Bugis harus mengikuti aturan-aturan yang sudah ditentukan dengan catatan tidak melanggar sara’ atau syariat Islam. Unsur-unsur sistem norma pangandereng yang masih tetap dipertahankan di Kecamatan Blimbing adalah sara’ karena mengandung Ajaran Agama Islam.Hal ini menunjukkan bahwa Islam tetap menjadi pedoman dan sebagai identitas orang Bugis walau berada jauh di daerah asal. Mempertahankan ke-Islaman orang Bugis di Malang cukup mudah karena warga di daerah ini mayoritas juga beragama Islam. Implikasi Hasil Penelitian terhadap Matakuliah Pendidikan IPS Salah satu mata kuliah dalam Pendidikan Ilmu Penegtahuan Sosial (IPS) yaitu perubahan social budaya. Dalam mata kuliah tersebut mengkaji tentang perubahan social budaya dan berbagai dampaknya. Menurut Katalog 2015 Program Studi Pendidikan IPS (2015: 84)kompetensi dalam mata kuliah perubahan social budaya adalah mahasiswa mampu memahami faktor-faktor, proses-proses, bentuk-bentuksertadampakperubahansosialbudaya. Hasil Penelitian ini sanga tsesuai dengan kompetensi pada mata kuliah perubahan social budaya. Penelitian in imembahas tentang proses dan factor terjadinya perubahan pada masyarakat migrant Bugis, serta bentuk-bentuk perubahan social budaya yang terjadi. Sehingga, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk tambahan bahan ajar bagi dosen mata kuliah tersebut dan sumber belajar serta sumber pengetahuan baru bagi Mahasisw aPendidikan IPS. KESIMPULAN Pertama, latar belakang orang Bugis melakukan migrasi karena tiga hal yaitu, mencari pekerjaan, mendapatkan tugas, dan menimba ilmu di perguruan tinggi Kota Malang. Kedua, orang Bugis menyesuaikan diri dengan budaya Jawa adalah agar dapat beradaptasi dengan lingkungan sosial. Sehingga, dapat diterima oleh masyarakat lokal. Ketiga, penyesuaian yang dilakukan orang Bugis di Kecamatan Blimbing mengakibatkan adanya perubahan pada aspek kehidupan seperti pola perilaku, bahasa, dan norma sosial. Namun, tidak semua berubah terdapat beberapa hal yang memang senganja untuk tetap dipertahankan. Hal yang tetap dipertahankan adalah logat orang bugis yang masih kental walau menggunakan bahasa Jawa, dan nilai sosial yang terkandung dalam ideologi siri (harga diri) dan passe (identitas dan solidaritas). SARAN Berdasarkan simpulan penelitian di atas, terdapat tiga saran yang disampaikan, yaitu (1)bagi masayarakat perlu adanya kesadaran untuk menghargai dan menghormati karakteristik budaya serta meningkatkan interasksi antara orang Bugis dan Orang Jawa di Kecamatan Blimbing Kota Malang. (2) Bagi Mahasiswa Pendidikan IPS dapat menggunakan hasil penelitian ini menjadi sumber pengetahuan baru bagi matakuliah perubahan sosial budaya, dan (3) Bagi peneliti selanjutnya dapat mengungkapkan tentang pola adaptasi dan cara mereka untuk tetap mempertahankan nilai siri’dan passe di Kecamatan Blimbing Kota Malang. DAFTAR RUJUKAN Amin, Kasma, dkk.2015. The Ideology of Buginese in Indonesia (Study of Culture and Local Wisdom). Journal of Language Teaching and Research, 6(4):758-765 Kesuma, Andi I.2004.Migrasi dan Orang Bugis.Yogyakara: Penerbit Ombak Laoddang, Suryadin. 2015. Diaspora Bugis-Makassar di Pulau Jawa (Menilik Sejarah dan Peradaban Orang Bugis-Makassar di Pulau Jawa). (online), (http://www.suryadinlaoddang.com/2015/09/diaspora-bugis-makassar-di-pulau-jawa.html), di akses pada tanggal 20 Maret 2016 Mattulada.1993.Kebudayaan Bugis-Makassar. Dalam Koentjaraningrat (Ed). Masyarakat Kebudayaan Indonesia di Indonesia (266-285). Yogyakarta: Djambatan Milles, Matthew dan Huberman, Micheal. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Jakarta: Universitas Indonesia Press Pelras, Cristian.2006. Manusia Bugis.Jakarta:Nalar bekerja sama dengan Forum Jakarta-Paris. PIPS. Katalog 2015 Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Malang. Universitas Negeri Malang Rahilah, Omar, dkk. 2009. Sejarah Kedatangan Masyarakat Bugis ke Tanah Melayu: Kajian Kes di Johor. JEBAT, 36 (2009):41-61 Ritzer, George. 1979. Sociology: Experienceing a Changing Society. Buston: Allyn and Bacon,inc Robertson, Ian. 1977. Sociology. Newyork: Worth Publish, inc Triyanto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Prestasi Pustaka Publiser Williams, Robin M., JR.1970. American Society: A Sociological Interpretation. New York: Alfred A Knopf Wirawan, I.B. 2012. Teori-Teori dalam Tiga Paradigma: Fakta Sosial, Definisi Sosial, dan Perilaku Sosial. Jakarta: Kencana