Diskursus Kompetensi Pengadilan Negeri dalam Memutus Penundaan Pemilu: Studi Putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst
Main Authors: | Undari, Ni Kadek Ayu Sri, Intan Pradnyawati, I Gusti Ayu Ketut |
---|---|
Format: | Article info application/pdf eJournal |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
Fakultas Hukum Universitas Udayana
, 2023
|
Online Access: |
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthapatrika/article/view/99131 https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthapatrika/article/view/99131/49522 |
Daftar Isi:
- Pemilu merupakan pranata terpenting bagi negara demokrasi sehingga penundaan pemilu dianggap sebagai sebuah pelecehan terhadap konstitusi. Penelitian ini bertujuan untuk menjabarkan secara komprehensif ketentuan penundaan pemilu yang dikaji berdasarkan perspektif konstitusi dan peraturan perundang-undangan derivative lainnya; menyajikan implementasi ketentuan tersebut dalam konteks Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst serta mengelaborasi proyeksi implikasi yuridis dan politis atas dikeluarkannya Putusan in casu. Metode penelitian normatif dipilih untuk mengkaji permasalahan tersebut melalui statute, case dan conceptual approach terhadap sumber hukum primer dan sekunder yang kemudian disajikan secara deskriptif-kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara yuridis, kewenangan penetapan penundaan pemilu berada pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau Presiden dengan dasar pertimbangan berupa adanya kerusuhan; gangguan keamanan; bencana alam; gangguan lainnya atau terjadinya situasi bahaya. Keseluruhan indikator tersebut tidaklah terpenuhi dalam konteks Putusan Pengadilan Negeri in casu yang bahkan sejatinya tidak memiliki kewenangan untuk memutus sengketa proses pemilu dan terlebih menetapkan penundaan pemilu. Kendatipun demikian, asas res judicata pro veritate habetur mengakibatkan putusan tersebut tetap harus dianggap benar dan dijalankan sehingga pada akhirnya menyisakan ruang besar implikasi yuridis berupa penyudutan KPU dalam posisi yang dilematis, serta secara politis akan menjadi sebuah preseden yang melegitimasi pemanfaatan celah hukum demi menjalankan agenda politik penundaan pemilu di kemudian hari.