Diplomasi Cina dalam kasus pelanggaraan Ham terhadap Etnis UiGhur di Xinjiang periode 2001-2012
Main Author: | ADHITYA, Al Vurqan |
---|---|
Format: | Bachelors |
Terbitan: |
2014
|
Subjects: |
Daftar Isi:
- Skripsi ini menganalisa bagaimana diplomasi Cina terhadap masalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) oleh Pemerintah Cina di Xinjiang Uighur periode 2001-2012. Serangan World Trade Center 9 September 2001 menyebabkan etnis Uighur di Xinjiang mengalami diskriminasi terhadap kebebasan beragama oleh pemerintahan Cina. Teori yang digunakan dalam skripsi ini adalah teori universalisme dan relativisme budaya. Universalisme HAM dibentuk atas normanorma yang terdapat dalam Universal Declaration of Human Rights yang merupakan norma internasional yang disepakati dan diterima oleh negara-negara di dunia melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa. Namun dalam penerapannya untuk mewujudkan HAM di setiap negara masih terdapat beberapa hambatan yakni, disebabkan oleh perdebatan mengenai perbedaan antara universalisme (universalism) dan relativisme kebudayaan (cultural relativism). Teori relativisme kebudayaan menyatakan bahwa kebudayaan merupakan satu-satunya sumber keabsahan hak atau kaidah moral. Karena itu HAM dianggap perlu dipahami dari konteks kebudayaan masing-masing negara. Konsep yang digunakan adalah konsep kepentingan nasional dan diplomasi. Kepentingan nasional suatu negara adalah kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidup (survival), kemerdekaan dan kedaulatan negara, keamanan militer, politik, serta ekonomi. Sedangkan diplomasi adalah usaha suatu negara untuk memperjuangkan kepentingan nasionalnya di kalangan masyarakat internasional. Keterkaitan kerangka pemikiran ini dapat ditentukan bahwa Cina sebagai negara heterogen yang memiliki banyak etnis, agama dan budaya, sehingga Universalisme HAM tidak sesuai dengan kebudayaan Cina yang menganut nilai-nilai Asian value. Adanya kepentingan nasional Cina terhadap daerah Xinjiang mengenai kekayaan sumber daya alam khususnya minyak, membuat pemerintahan Cina mengambil tindakan diplomasi multilateral dengan membentuk Shanghai Cooperation Organisation (SCO) pada tahun 2001 dengan negara Rusia, Kazakhstan, Kyrgystan, dan Tajikistan. Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO) telah memungkinkan Cina untuk membangun kekuatan yang baik di bidang politik, keamanan, ekonomi, dan hubungan budaya dengan negara-negara anggota. Melalui kerjasama dalam kerangka multilateral ini, Cina dapat menjaga keseimbangannya dengan negara-negara SCO. Di samping itu, Cina tetap dapat mengejar kepentingan nasionalnya dengan mempersempit ruang gerak separatisme Uighur di wilayah Asia Tengah.