Daftar Isi:
  • Latar belakang penelitian ini didasari pada peristiwa polemik pembahasan APBD antara Gubemur DKI Jakarta Periode 2014-2017 dan DPRD DKI Jakarta Periode 2014-2019 yang menimbulkan konflik kedua antar lembaga yaitu eksekutif dan legislative Penelitian ini bertujuan menganalisis gaya komunikasi politik Gubemur DKI Jakarta Periode 2014-2017 dan DPRD DKI Jakarta Periode 2014-2019 pada pembahasan APBD Tahun 2015. Data penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan penelitian studi kasus dengan menggabungkan hasil wawancara, observasi serta menggabungkan dokumentasi yang didapatkan peneliti dalam melakukan proses penelitian. Karena hal menarik pada penelitian ini merupakan studi kasus majemuk (collective or mutiple case study). Teori yang digunakan adalah gaya komunikasi sebagai komunikator politik dalam penyampaian pesan yang menjadikan konflik. Isi pesan yang sarat dengan muatan nilai-nilai politik ini kemudian juga turut memberi andil besar dalam menentukan arah dari beragam tujuan komunikasi politik itu sendiri. Mulai dari sekadar penyampaian informasi politik, pembentukan citra politik, pembentukan opini publik, dan bisa pula untuk mengendalikan pendapat atau tuduhan lawan politik dengan teori model Dan Nimmo (1998). Hasil dan temuan penelitian ini berupa gaya komunikasi Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) bagian dari propaganda dengan pesan sebagai penyelamat uang rakyat sedangkan gaya politik DPRD DKI Jakarta dengan kouninkasi penyeimbang dengan counter attack pembicaraan sebagai pesan politik adalah pembicaraan (talk) yaitu pembicaraan kekuasaan pembicaraan pengaruh, dan pembicaraan otoritas, dalam konflik pembahasan APBD gaya komunikasi Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama sebagai komunikator politik menyampaikan pesan yang mampu mengubah persepsi masyarakat sebagai orang dengan citra yang baik, jujur dan besih, sebaliknya DPRD DKI Jakarta memiliki citra sebagai lembaga yang koruptif. Terdapat beberapa cara dalam penyelesaian konflik antar kedua lembaga yaitu Menteri Dalam Negeri harus segera memfasilitasi mediasi Accomodating dan compromising untuk meredakan ketegangan demi kepentingan umum atau rakyat DKI Jakarta