PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ATAS KELALAIAN APOTEKER DALAM PERACIKAN OBAT YANG MENGAKIBATKAN MATINYA ORANG DI RUMAH SAKIT
Main Author: | TANJUNG, MUH. FAISAL |
---|---|
Format: | Thesis |
Terbitan: |
, 2015
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/16409 |
Daftar Isi:
- 2015
- MUH. FAISAL TANJUNG, B11111446, PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ATAS KELALAIAN APOTEKER DALAM PERACIKAN OBAT YANG MENGAKIBATKAN MATINYA ORANG DIRUMAH SAKIT , di bawah bimbingan H. M. SAID KARIM selaku pembimbing I dan AMIR ILYAS selaku pembimbing II. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertanggung jawaban pidana apoteker dalam malpraktik yang menyebabkan matinya orang dirumah sakit serta mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap korban malpraktik apoteker. Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Tenggara dengan memilih instansi yang terkait dengan judul yang diangkat yaitu dilaksanakan di Rumah Sakit Abunawas dan Apotek Mitra Husada. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder sebagai acuan utama dalam menganalisis data, penulis menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif yakni teknik analisis yang tidak didasarkan atas angka-angka akan tetapi pada peraturan hukum yang berlaku. Selanjutnya dalam penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode deduktif, yaitu suatu metode analisa yang berangkat dari pengetahuan yang bersifat umum untuk menyumpulkan suatu peristiwa secara khusus. Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk pertanggungjawaban pidana atas kelalaian apoteker dalam peracikan obat yang mengakibatkan matinya orang di Rumah Sakit yaitu bertanggungjawab dengan hukum penjara, sebagaimana diatur dalam Undang-undang kesehatan nomorn 36 tentang kesehatan pasal 190 ayat(2) dijelaskan bahwa dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan atau tenaga kesehatan tersebut dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Serta Undang-undang Nomor 13 tahun 2009 tentang perlindungan saksi dan korban pasal 5 menjelaskan angka(1) pada huruf a dan b bahwa seorang korban berhak: memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya, ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan.