Analisis alat bukti yang sama dalam perkara pidana berbeda studi putusan praperadilan nomor 97/Pid.Prap/2017/Pn.Jkt.Sel / Alnan Marchelita Pradewi

Main Author: Pradewi, Alnan Marchelita
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2018
Subjects:
Online Access: http://repository.untar.ac.id/12331/
Daftar Isi:
  • Alat bukti dan barang bukti merupakan salah satu komponen yang penting dalam menyelesaikan perkara pidana dimulai dari tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga penjatuhan putusan disidang pengadilan. Alat bukti diatur dalam Pasal 184 KUHAP yang terdiri dari 1. Keterangan saksi; 2. Keterangan ahli; 3. Surat; 4. Petunjuk; 5. Keterangan terdakwa didukung dengan barang bukti yang dinyatakan dalam penjelesan KUHAP. Kepolisian melakukan penyidikan untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka atau tidak diketahui melalui penyidikan mengenai keterkaitan perkara dengan alat bukti serta barang bukti yang ada. Pada faktanya banyak aparat penegak hukum salah satunya polisi menggunakan kekuasaan dan kewenangannya untuk menyelesaikan perkara dengan cepat berupa upaya paksa yang tidak sesuai dengan prosedur. Sehingga butuh pengawasan khusus terkait perilaku aparat penegak hukum terutama dalam tahap penyelidikan dan penyidikan. Salah satu pengawasan yang dilakukan yakni dengan adanya praperadilan. Praperadilan berwenang mengadili tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Mahkamah Konstitusi melalui putusanya Nomor 21/PUU-XII/2014 menambahkan ruang lingkup praperadilan termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan. Terkait putusan praperadilan pengadilan negeri Jakarta selatan nomor 97/Pid.Prap/2017/Pn.Jkt.Sel dimana hakim cepi iskandar menyatakan bahwa alat bukti yang sama tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam perkara pidana berbeda memunculkan banyak polemik), faktanya banyak perkara pidana dengan penyertaan yang justru menggunakan alat bukti yang sama. Hal ini memunculkan ketidakpastian hukum di masyarakat sehingga dibutuhkan analisis mengenai kedudukan serta pembahasan lebih lanjut mengenai putusan praperadilan tersebut. Metode penelitian : Yuridis Normatif.