Semangat Egalitarian Al-Qur’an dalam Otoritas Menginisiasi dan Prosedur Perceraian

Main Author: Mardhatillah, Masyithah
Format: Article info application/pdf Journal
Bahasa: eng
Terbitan: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta , 2015
Subjects:
Online Access: http://ejournal.uin-suka.ac.id/ushuluddin/esensia/article/view/983
http://ejournal.uin-suka.ac.id/ushuluddin/esensia/article/view/983/909
Daftar Isi:
  • This article aims to elaborate the egalitarian spirit of Quran on divorce authority and related procedures. It is generally believed that only men can initiate the divorce, whereas Quran also gives the same chance for women as told in QS. al-Baqarah (2): 229 through khulu’ concept. Therefore, this article is going to explore firstly the concept of divorce in Islam, including law and ethical procedures that related parties have to obey, particularly, husband and wife. The next discussion focuses on the concept of khulu’ and insights (method and rereading product of Quranic interpretation) among tafsir ahkam experts and feminists. Besides uncovering the same chance for husband and wife to initiate the divorce in the different condition and emphasis, those insights show that divorce should be the last choice to take. As a consequence, the authority initiated the divorce of husband and wife should not be based on self-interest and egoism, but egalitarian norms consideration for both parties.[Tulisan ini berupaya mengelaborasi semangat egalitarian Al-Qur’an dalam hal otoritas menginisiasi perceraian serta berbagai prosedur dalam praktik perceraian. Sejauh ini lumrah dipahami bahwa otoritas menginisiasi perceraian hanya dimiliki laki-laki (suami). Padahal, dengan konsep khulu’ yang tertuang dalam QS. al-Baqarah (2): 229, Al-Qur’an juga menyiratkan kesempatan yang sama bagi perempuan (istri). Untuk itu, tulisan ini akan terlebih dahulu memaparkan konsep perceraian dalam Islam termasuk prosedur-prosedur hukum maupun etis yang harus dijalankan pihak-pihak terkait. Setelah itu, barulah pembahasan akan difokuskan pada konsep khulu’ dalam Al-Qur’an berikut pandangan (meliputi metode serta produk pembacaan) para penggiat tafsir ahkam maupun para feminis terkait hal tersebut. Selain mengemukakan adanya kesempatan yang sama bagi suami maupun istri dengan ketentuan dan penekanan yang berbeda, berbagai pembahasan tersebut menunjukkan bahwa perceraian benar-benar merupakan pilihan terakhir yang harus demikian dipertimbangkan. Karena itu, otoritas menginisiasi perceraian yang dimiliki suami maupun istri bukanlah untuk mengukuhkan egoisme pribadi masing-masing, akan tetapi lebih kepada upaya menegakkan norma-norma egalitarian bagi kedua belah pihak.]