PEMBUKTIAN TERBALIK PADA TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Main Authors: Lasmadi, Sahuri, Sudarti, Elly
Format: Article info application/pdf eJournal
Bahasa: ind
Terbitan: Universitas Kristen Satya Wacana , 2021
Online Access: https://ejournal.uksw.edu/refleksihukum/article/view/4144
https://ejournal.uksw.edu/refleksihukum/article/view/4144/1753
Daftar Isi:
  • This research is motivated by the difficulty of the proving process in the crime of money laundering in which mechanism to reverse the burden of proof is used during examination in court. This research is normative legal research, using a statutory, conceptual, and case approach. From the results of this research, it can be concluded: (1) Reverse evidence is applied to the assets of the defendant, both for active money laundering (Article 3 and Article 4) and passive money laundering (Article 5). However, the concept of reverse proof is not clearly and explicitly explained in the PP TPPU Law, confusing its implementation in court. (2) If the defendant succeeds in proving, the assets are still under the control of the accused and his heirs. On the other hand, if the defendant fails to prove, the defendant's assets will be confiscated by the State after a binding court decision is released.
  • Penelitian ini dilatarbelakangi oleh sulitnya proses pembuktian pada tindak pidana pencucian uang yang kemudian digunakan mekanisme pembalikan beban pembuktian dalam pemeriksaan di pengadilan. Metode penelitian ini  merupakan  penelitian hukum normatif, menggunakan pendekatan undang-undang, konseptual, dan pendekatan kasus. Dari hasil henelitian dapat disimpukan: (1) Pembuktian terbalik diterapkan terhadap harta kekayaan terdakwa, baik untuk tindak pidana pencucian uang aktif (Pasal 3 dan Pasal 4) dan tindak pidana pencucian uang pasif (Pasal 5). Namun, konsep pembuktian terbalik tidak dijelaskan secara jelas dan tegas dalam Undang-Undang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, sehingga menimbulkan ketidakjelasan dalam pelaksanaannya. (2) Akibat hukum terhadap harta kekayaan terdakwa yaitu apabila terdakwa berhasil membuktikan bahwa harta kekayaan terdakwa bukan merupakan hasil tindak pidana, maka harta kekayaan tersebut tetap dalam penguasaan terdakwa dan ahli warisnya. Jika terdakwa tidak dapat membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan hasil tindak pidana, maka harta kekayaan tersebut akan disita kemudian dirampas oleh negara setelah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.