Antara Prinsip Peradilan Sederhana, Cepat dan Berbiaya Ringan dan Gagasan Pembatasan Perkara Kasasi

Main Author: Hairi, Prianter Jaya
Format: Article info Journal
Bahasa: eng
Terbitan: Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI , 2016
Subjects:
Online Access: http://jurnal.dpr.go.id/index.php/hukum/article/view/190
http://jurnal.dpr.go.id/index.php/hukum/article/view/190/132
Daftar Isi:
  • The speedy administration of justice is one of the principle in Indonesian system of judicature, but eventhough all kinds of law regulation has been made to support, this principle still not implemented well yet. The research found that the time period which has been decide by highest court usually not be able to be realized, moreover when a case reach the highest court, it could almost ascertained that the time for resolving case will take long time. Case backlog in highest court is one of the factor why resolving cases being slow. Therefore, it’s important to solve accumulating cases first, and restricting cases is a concept which being raise a lot to diminish the case backlog. The regulation for restricting cassation advisable be realized by improving not only revision to Pasal 45A ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, but also another law regulations which related to the submission of cassation. By restricting cases regulation, so a lot of cases will be done in appellate court. With this situation, time period for resolving cases become shorter, and the cost to litigate automatically become cheaper. If all of this can be applied, so then the speedy administration of justice would be finally realized.ABSTRAKPrinsip Peradilan yang sederhana, cepat dan berbiaya ringan adalah salah satu prinsip dalam sistem hukum Indonesia. Namun meskipun berbagai peraturan hukum telah dibuat untuk mendukungnya, prinsip ini masih belum terimplementasi dengan baik. Dari hasil penelitian diketahui bahwa jangka waktu yang telah ditentukan oleh Mahkamah Agung sering kali tidak bisa terealisasi, bahkan jika suatu kasus mencapai Mahkamah Agung, bisa dipastikan bahwa waktu penyelesaian perkara akan memakan waktu yang lama. Tumpukan perkara di Mahkamah Agung merupakan salah satu faktor mengapa penyelesaian perkara begitu lambat. Maka dari itu, perlu diselesaikan terlebih dahulu masalah penumpukan perkara. dan pembatasan perkara ialah suatu konsep yang banyak dibicarakan untuk mengurangi tumpukan perkara tersebut. Penelitian ini juga menemukan bahwa perkara-perkara yang perlu dibatasi, antara lain: 1)Perkara perdata (perkara gugatan kecil); 2)Perkara pidana (perkara pidana ringan seperti perkara dengan ancaman hukuman 1 atau 3 tahun penjara dan termasuk juga denda); 3)Hukum perkawinan (perkara perceraian), dan 4)Perkara Hubungan Industrial. Dengan aturan pembatasan perkara, maka banyak perkara akan selesai di tingkat banding. Dengan situasi ini, waktu untuk penyelesaian perkara menjadi lebih pendek, dan biaya berperkara otomatis menjadi lebih murah. Jika semua ini bisa diterapkan, maka prinsip peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan diharapkan akan terealisasi.