BARONG DAN RANGDA SUNGSUNGAN SEBAGAI PENGUKUHAN INTEGRITAS SOSIAL

Main Author: N.L.N , Swasthi Widjaja
Format: Article PeerReviewed application/pdf
Terbitan: ISI Denpasar , 2001
Subjects:
Online Access: http://repo.isi-dps.ac.id/864/1/4._N.L.N._SWASTHI_WIDJAJA.pdf
http://jurnal.isi-dps.ac.id/index.php/mudra/article/view/771
http://repo.isi-dps.ac.id/864/
Daftar Isi:
  • Bali sangat kaya dengan berbagai kegiatan budaya, yang kalau diperhatikan secara rinci, tampaknya tidak ada habis-habisnya untuk dibicarakan, apakah hal itu berkaitan dengan upacara, adat-istiadat, manusianya, kesenian, sesajennya, irigasi dan lain sebagainy. Semuanya untuk dan menarik. Penulis tertarik untuk mengungkapkan proses ritual pembuatan topeng sungsungan (junjungan yang dipuja) yang berkaitan dengan peranannya dalam menyatukan masyarakat pendukungnya, yang mungkin proses ataupun maknanya luput atau kurang mendapat perhatian dari khalayak yang mengikuti upacara ataupun yang menyaksikannya. Dilihat dari wujudnya, Barong merupakan binatang mitologi yang melambangkan kekuatan baik sedangkan Rangda adalah mahluk menyeramkan, yang dalam pertunjukkan selalu dilambangkan sebagai kekuatan jahat. Sebagai sungsungan, sebenernya kedua topeng tersebut disungsung di pura-pura sebagai pelindung masyarakat pendukungnya. Pertunjukkan Barong dan Rangda sering sekali diselenggarakan berkaitan dengan upacara piodalan (ulang tahun pura), apakah itu Kayangan Tiga (pura Desa, pura Puseh, pura Dalem) atau pura Merajan milik suatu banjar. Dalam pertunjukan yang berkaitan dengan suatu upacara ritual, tidak jarang penarinya kerawuhan (kemasukan roh), yang biasanya dalam keadaan tidak sadar, orang yang kerawuhan itu akan mengambil keris dan menusuk-nusukkan ke tubuhnya. Kalau orang tersebut dalam keadaan suci, atau bersih secara ritual, maka keris tersebut tidak akan melukai tubuhnya.