Pendidikan Islam dan psikologi humanistis: relasi atau negasi

Main Author: Nurhilaliati, Nurhilaliati
Other Authors: Salahuddin, Muh.
Format: Book PeerReviewed
Bahasa: ind
Terbitan: Alam Tara Institue , 2011
Subjects:
Online Access: http://repository.uinmataram.ac.id/802/1/802.pdf
http://repository.uinmataram.ac.id/802/
Daftar Isi:
  • Karya yang ada di hadapan pembaca ini menghadirkan wacana tentang potensi manusia yang disoroti dari perspektif Pendidikan Islam dan perspektif Psikologi Humanistik. Kedua disiplin ilmu ini memiliki perbedaan sekaligus persamaan dalam mewacanakan potensi manusia sebagai subjek pendidikan. Pendidikan Islam yang konsep pendidikannya didasarkan pada nilai-nilai yang diadopsi dari al-Qur'an berkeyakinan bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki kapasitas fisik dan psikis yang memiliki fitrah atau potensi yang baik, yang telah dialiri citarasa ketuhanan. Konsep yang berpijak pada al-Asma al-Husna ini membawa konsekuensi bahwa manusia bisa dan diharapkan dapat melakukan sifat-sifat seperti yang digambarkan dalam konsep tersebut, meskipun sebatas titik optimal kemanusiaannya. Model pendidikan yang diberikan akan menentukan apakah potensi yang dimiliki itu akan berkembang ke arah positif atau ke arah negatif. Oleh karena itu, model pendidikan yang dilaksanakan adalah pendidikan yang tidak keluar dari bingkai fitrah yang dimiliki manusia, yang dilaksanakan secara emokratis dan dialogis. Psikologi Humanistik memandang bahwa manusia memiliki potensi yang baik, dan merupakan gejala kejiwaan yang hanya terdapat pada manusia, tidak sama dengan makhluk lainnya serta bukan merupakan pancaran dari sifat-sifat Tuhan. Manusia adalah makhluk bebas sepenuhnya. Bahkan dialah yang akan menentukan segalanya, karena manusia dianggap dapat menjalankan play God. Dengan kata lain, manusia adalah kesatuan jiwa-ragarohani secara integral dan ia mengada serta menyadari penuh keberadaannya. Oleh karena itu ia memiliki otoritas atas kehidupannya. Koherensi yang dapat dilihat adalah pada model pendidikan yang harus mengoptimalkan potensi-potensi dimiliki dan masih potensial dalam diri manusia dan diarahkan kepada pendidikan yang mengutamakan kebebasan peserta didik, yang dilaksanakan secara demokratis dan dialogis. Inkoherensi antara keduanya Nampak pada konsep kebebasan yang ingin dikembangkan pada peserta didik. Pendidikan Islam ingin menciptakan kebebasan pada peserta didik dalam relasinya secara universal dengan lingkungan dan itu akan dipertanggungjawabkan pada Pencipta. Sementara itu, Psikologi Humanistik menanamkan kebebasan mutlak, yang tetap harus dipertanggungjawabkan tetapi hanya pada sesama manusia. Pemberian kebebasan secara luas ini diimbangi dengan keharusan mengajarkan disiplin, sikap menghargai orang lain dan mengajarkan system nilai. Dialog antara keduanya akan menghasilkan konsep humanistikTeosentris.