Aplikasi sains dalam metode istinbath hukum Islam
Main Author: | Huda, Miftahul |
---|---|
Other Authors: | Fahrurrozi, Fahrurrozi, Masnun, Masnun, Fadli, Adi |
Format: | BookSection PeerReviewed Book |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
Pustaka Lombok
, 2019
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.uinmataram.ac.id/617/1/617.pdf http://repository.uinmataram.ac.id/617/ |
Daftar Isi:
- INDONESIA Pengembangan kajian pada sisi hulu dimaksudkan untuk lebih memastikan bahwa suatu konsep secara apriori hukum benar-benar memiliki pijakan yang kokoh dari sumber ajaran Islam yang otoritatif disertai logika penalaran (istinbath) yang valid pula. Penguatan kajian pada sisi hilir diperlukan untuk lebih memastikan bahwa implementasi hukum Islam memang mampu meraih secara optimal tujuan-tujuan idealnya, bisa menjadi solusi konkret atas masalah sosial yang ada, serta bisa diterima alam pikiran masyarakat modern. Dengan mengembangkan pola pikir dan sikap-sikap sosial yang berwawasan menyeluruh (comprehensive mind), baik pada sisi hulu maupun hilir, juga akan dapat dikonstruksi konsep-konsep hukum yang “melangit” (memiliki rujukan dan argumentasi yang valid dari teks-teks wahyu Ilahi berupa nash atau teks keagamaan); sekaligus juga “membumi” (memiliki akseptabilitas, relevansi, dan makna positif yang nyata bagi kehidupan umat manusia). Pentingnya melakukan telaah dan penguatan tradisi keilmuan syariah yang komprehensif tersebut juga dilatari oleh kesadaran historis, sosiologis, moral, dan kesadaran ilmiah Melalui integrasi paradigma dan cara kerja pengembangan sains ke dalam metode istinbath akan dihasilkan konsep-konsep hukum yang seoptimal mungkin dapat memenuhi enam kriteria:1. memiliki legitimasi keagamaan yang kokoh dari sumber ajaran syariah yang otoritatif, yakni al-Quran dan Sunnah; 2. mengekspresikan visi pencerahan dan transformasi sosial yang komprehensif baik lahiriah maupun batiniah, individual maupun kolektif. 3. memiliki visi kemanusiaan yang inklusif; 4. memiliki perspektif dan wawasan masa depan yang jauh bagi kehidupan umat Islam dan warga dunia secara keseluruhan; 5. memenuhi standar kualitas keilmuan dan alam pikiran masyarakat modern; dan 6. responsif, proaktif, dan kreatif dengan menawarkan solusi konkret atas masalah sosial yang ada serta mendorong perubahan ke arah perbaikan yang nyata. Dengan demikian, tradisi intelektual dan diskursus hukum Islam yang tidak mampu menghasilkan konsep-konsep hukum dengan parameter tersebut dapat dinilai sebagai tradisi keilmuan yang kurang bermutu, dan kurang bermakna bagi pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, kesejahteraan sosial, dan peradaban.