Pengembangan pariwisata halal di Propinsi Nusa Tenggara Barat
Other Authors: | Jamaluddin, Jamaluddin |
---|---|
Format: | Book PeerReviewed |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
Alamantara Institute
, 2019
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.uinmataram.ac.id/313/1/313.pdf http://repository.uinmataram.ac.id/313/ |
Daftar Isi:
- INDONESIA: Dalam perkembangan pariwisata di Nusa Tenggara Barat, pemerintah provinsi menginisiasi pengembangan suatu program yang dikenal sebagai Pariwisata Halal atau Pariwisa- ta Syariah. Pariwisata halal atau syariah yang dikutip dari Duman (2011) diantaranya diungkapkan oleh Shakiry (2006) yang menyatakan bahwa konsep pariwisata islami tidaklah terbatas pada wisata religi, tetapi tetap mengacu pada sega- la bentuk kepariwisataan kecuali yang bertentangan dengan nilai-nilai keislaman. Dalam kaitan ini, pulau Lombok sebagai tujuan wisata utama di Indonesia telah mendapatkan penga- kuan dunia. Pada kegiatan The World Halal Travel Summit/ Exhibition (WHST) tahun 2015, pulau Lombok mendapat- kan gelar sebagai juara satu dalam 2 kategori yaitu World”S Best Halal Tourism Destination dan World’s Best Halal Honeymoon (Kompas.com, 2015). Secara ekonomi pariwisata halal sangat menjanjikan karena wisatawan muslim (membelanjakan pendapatannya untuk berwisata) tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan ra- ta-rata global, bahkan nilainya dapat mencapai US $190 miliar pada tahun 2020 (Sureerat, et al, 2014). Determinasi wisata halal tentu sangat luas, di samping membentuk kawasan (desti- nasi) bernuansa halal juga berkembang sebagai turunan bisnis pangan halal (halal food), hotel dan restoran halal, lembaga keuangan syariah, pusat perbelanjaan halal, transaksi halal dan seterusnya. Sehingga, bila wisata halal berkembang pesat dan menjadi brand Provinsi Nusa Tenggara Barat, maka kondisi itu akan mendorong tumbuh dan berkembangnya berbagai bisnis turunan berbasis halal, artinya multiplier efek wisata halal terhadap ekonomi masyarakat akan ikut meluas. Seiring dengan kemajuan pembangunan industri pari- wisata, perkembangan sektor pertanian maupun produk-pro- duk pertanian modern dan spesifik menunjukkan peningkatan yang pesat. Kecenderungan ini merupakan pertanda tinggin- ya permintaan terhadap agrowisata dan sekaligus membuka peluang bagi pengembangan produk-produk agribisnis baik dalam bentuk kawasan ataupun produk pertanian yang mem- punyai daya tarik spesifik. Objek agrowisata tidak hanya terba- tas pada objek dengan skala hamparan yang luas seperti yang dimiliki oleh areal perkebunan, tetapi juga skala kecil yang karena keunikannya dapat menjadi objek wisata yang menar- ik. Salah satu contohnya, cara-cara bertanam tebu, panen tebu, pembuatan gula pasir tebu, serta penciptaan varietas baru tebu merupakan salah satu contoh objek yang kaya dengan muatan pendidikan. Dengan datangnya masyarakat ke objek wisata juga terbuka peluang pasar tidak hanya bagi produk dan ob- jek agrowisata yang bersangkutan, namun pasar dan segala kebutuhan masyarakat. Agrowisata bukan semata merupakan bisnis di bidang jasa yang menjual jasa bagi pemenuhan kon- sumen akan pemandangan yang indah dan udara yang segar, namun juga dapat berperan sebagai media promosi produk pertanian, menjadi media pendidikan masyarakat, memberi- kan signal bagi peluang pengembangan diversifikasi produk agribisnis dan berarti pula dapat menjadi awasanpertumbu- han baru wilayah. Dengan demikian maka Agrowisata dapat menjadi salah satu sumber pertumbuhan baru deerah, sektor pertanian dan ekonomi nasional. Selain itu dikembangkan pula daerah tujuan berbasis alam dan lingkungan. Salah satu yang memiliki potensi untuk dijadikan sebagai daerah tujuan wisata seperti ini adalah daerah dengan tanaman mangrove. Gili Sulat merupakan salah satu dari 18 kawasan pengembangan pesisir dan laut (RTRW NTB,2014), suatu kawasan yang luasnya 640 Ha didominasi oleh mangrove. Hutan mangrove merupakan salah satu potensi sumber daya alam hayati yang bernilai ekonomi tinggi dan sangat layak untuk dikelola lebih jauh. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna daerah pantai, hidup sekaligus di habitat daratan dan air laut, antara batas air pasang dan surut, berperan dalam melindungi garis pantai dari erosi, gelombang laut dan angin topan. Ta- naman mangrove berperan juga sebagai buffer (perisai alam) dan menstabilkan tanah dengan menangkap dan memerang- kap endapan material dari darat yang terbawa air sungai dan yang kemudian terbawa ke tengah laut oleh arus. Untuk terus meningkatkan kunjungan wisatawan, beragam upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat NTB, selain meningkatkan jumlah dan jenis ser- ta diversivikasi layanan pariwisata, penyiapan sarana dan prasarana pendukung juga harus dilakukan. Berdasarkan The Travel & Tourism Competitiveness Report (TTCR) yang diri- lis oleh World Economic Forum (WEF) daya saing pariwisata Indonesia menempati urutan 50 dari 141 negara. TTCR 2015 melaporkan bahwa hampir keempat belas pilar daya saing Indonesia masih jauh tertinggal. Masalah dan kendala yang paling krusial sektor pariwisata Indonesia yang perlu pen- angan yang serius adalah promosi, infrastruktur (infrastruk- tur pariwisata, infrastruktur transportasi udara dan darat dan infrasturktur ICT), kesehatan dan kebersihan, keberlanjutan lingkungan, iklim usaha/investasi, keterbukaan internasion- al, lingkungan bisnis dan sumber daya manusia (Sirait, 2015) Sarana dan Prasana kesehatan merupakan indikator pentig yang harus ditingkatkan untuk mencapai target dan meningkatkan daya saing pariwisata di Provinsi NTB. Kese- hatan wisata menjadi isu utama dalam keselamatan wisata. Dalam konsep kesehatan wisata dikemukakan bahwa wisatawan yang menikmati liburannya, sekembalinya ke tempat asalnya, diharapkan dapat merehabilitasi atau membuat dirinya lebih sehat dari sebelumnya, dan bukan menjadi lebih buruk akibat mendapat penyakit dalam perjalanan wisatanya.