Analisis putusan NOMOR: 121/Pid.B/2015/PN.Pgp tentang Tindak Pidana Pelanggaran Hak Siar dalam Penyiaran TV Kabel PT Pangkalpinang Vision di Pangkalpinang

Main Author: Neli Oktavia, (NIM. 4011411074)
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: ind
Terbitan: , 2018
Subjects:
Online Access: http://repository.ubb.ac.id/2005/1/Halaman%20Depan.pdf
http://repository.ubb.ac.id/2005/2/BAB%20I.pdf
http://repository.ubb.ac.id/2005/6/BAB%20II.pdf
http://repository.ubb.ac.id/2005/3/BAB%20III.pdf
http://repository.ubb.ac.id/2005/4/Penutup.pdf
http://repository.ubb.ac.id/2005/5/Daftar%20Pustaka.pdf
http://repository.ubb.ac.id/2005/
Daftar Isi:
  • Putusan Nomor : 121/Pid.B/ 2015/PN.Pgp menjelaskan tentang suatu pelanggaran hak cipta terhadap kasus pencurian hak siar TV kabel di Pangkalpinang Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang tindak pidana pelanggaran hak siar berdasarkan perkara pidana Nomor : 121/Pid.B/2015/PN.Pgp dan mencari proses pembuktian dalam kasus pidana. Peneliti menggunakan metode penelitian normatif dan menggunakan pendekatan yuridis empiris. Adapun dari hasil bahwa pelanggaran hak siar dalam penyelesian perkara pidana dianggap sah karena pada hakikatnya yang terpenting dalam tindak pidana pelanggaran hak siar yang termasuk kedalam hak cipta bahwa seseorang yang melakukan tindak pidana dan sah telah melakukan tindak pidana akan di proses melalui jalur pidana, namun dalam kasus ini dapat mengunakan dua jalur hukum yaitu hukum perdata, dan hukum pidana, dalam kasus ini mengunakan jalur hukum pidana. Di selesaikan mengunakan teori ultimum remedium, bahwa ultimum remedium merupakan suatu asas hukum, ultimum remedium merupakan salah satu asas yang terdapat dalam hukum pidana Indonesia yang mengatakan bahwa hukum pidana hendaklah dijadikan upaya terakhir dalam hal penegakan hukum. Hal ini memiliki makna apabila suatu perkara dapat diselesaikan melalui jalur lain (kekeluargaan, negoisasi, mediasi, perdata, ataupun hukum administasi hendaklah jalur tersebut terlebih dahulu dilalui. Norma-norma dalam hukum perdata pertama-tama harus ditanggapi dengan sanksi perdata. Hanya apabila sanksi administrasi dan sanksi perdata ini belum mencukupi untuk mencapai tujuan meluruskan neraca kemasyarakatan, maka baru juga diadakansanksi pidana sebagai pamungkas (terakhir) atau ultimum remedium